REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang tua takut membawa anaknya keluar rumah akibat pandemi Covid-19. Namun, di lain sisi, anak perlu mendapatkan vaksinasi agar terhindar dari penyakit tertentu.
Apakah vaksinasi harus ditunda atau tetap harus dilakukan? Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan cakupan imunisasi menurun selama pandemi Covid-19.
Itu terjadi karena banyak orang tua takut membawa anaknya vaksinasi. IDAI mengkhawatirkan, nantinya, beberapa bulan ke depan, ada wabah atau kejadian luar biasa (KLB) dari penyakit-penyakit yang seharusnya bisa dicegah oleh vaksin.
Dokter spesialis anak RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dr Caessar Pronocitro SpA mengungkapkan, sesuai dengan rekomendasi dari IDAI, vaksinasi tetap diberikan sesuai jadwal, terutama untuk anak yang berusia dibawah 18 bulan. Apabila belum diberikan, segera disusulkan.
“Sesuai rekomendasi IDAI, pemberian vaksin selama pandemi sebaiknya tidak ditunda, terutama untuk yang berusia di bawah 18 bulan. Apabila kondisi sama sekali tidak memungkinkan, maka vaksin sebaiknya tidak ditunda lebih dari 1 bulan,” ujarnya dalam acara live webinar yang diselenggarakan Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Rabu (1/7).
Penundaan vaksin tidak mengurangi potensi atau efektivitas vaksin. Namun, selama anak belum diberikan vaksin, maka ia belum memiliki kekebalan yang kuat dan belum terlindungi dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin tersebut.
"Sebaiknya vaksinasi tidak ditunda, dengan memastikan lokasi vaksinasi yang sudah menerapkan panduan dari IDAI," tutur Caessar.
Dalam melaksanakan vaksinasi, ada panduan dari IDAI. Harus ada pengaturan jadwal kedatangan untuk menghindari kepadatan anak dan orang tua saat menunggu.
Menurut Caessar, anak boleh tetap vaksinasi, tetapi tempat dilakukannya vaksinasi itu harus mengatur supaya tidak terjadi kepadatan saat menunggu.
“Jadi perjanjian sudah diatur, jadwal kedatangan diatur, sehingga tidak berkeurmun diruang tunggu.”
Ada proses skrining gejala atau kontak dengan individu yang terdiagnosis Covid 19 untuk ditangani khusus. Tempat melaksanakan vaksinasi dipisahkan, dilakukan pemisahan anak sakit dan sehat, di poliklinik yang berbeda.
"Dengan begitu anak yang sehat yang mau menjalani vaksinasi, tidak terkontak dengan anak yang berada dalam kondisi sakit,” jelasnya.
Selain itu, dilakukan pengaturan jarak selama proses menunggu, jadi tidak terjadi kepadatan di ruang tunggu. Jangan lupa sediakan hand sanitizer atau area cuci tangan, sehingga orang tua dan anak bisa cuci tangan pada saat berada dilokasi vaksinasi dan pada saat akan meninggalkan lokasi vaksinasi.
“Apabila lokasi vaksinasi sudah melakukan hal tersebut, jangan takut untuk segera melakukan vaksinasi," tuturnya.
Menurut Caessar, tempat vaksinasi yang lebih kecil tidak menjamin risiko penularan Covid-19 lebih rendah. Jadi, yang terpenting, orang tua harus aktif dalam mencari informasi.
Cermati apakah lokasi vaksinasi yang akan didatangi sudah menerapkan panduan-panduan IDAI tersebut dan telah menerapkan alat pelindung diri (APD) pada tenaga medisnya. Cari tahu juga kemungkinan gedung melakukan disinfeksi rutin yang sesuai standari dilokasi vaksinasi tersebut.
"Penundaan atau tidak diberikan vaksinasi dapat meningkatkan risiko penyakit yang juga berbahaya pada bayi dan anak-anak. Seperti difteri, pertusis, hepatitis B, campak, dan lain-lain,” ujarnya.
Bagaimana bila vaksin diberikan terlambat, terutama di era pandemi Covid-19? Vaksin boleh tetap disusulkan apabila terlambat, karena anak belum memiliki kekebalan dari vaksin tersebut.
“Kalau pemberian vaksin yang sifatnya serial (seperti DPT 1, 2 dan 3) terlambat, tidak perlu mengulang dari awal, cukup dilanjutkan untuk vaksin-vaksin yang belum diberikan."