REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mayoritas mahasiswa memandang positif sejumlah butir substansial dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja. Kemudahan regulasi perizinan usaha yang merupakan elemen substansial RUU ini, diharapkan memicu hadirnya banyak lapangan pekerjaan.
Hal tersebut disampaikan Mohamad Arif Hadiwinata, Direktur Riset Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks), dalam diskusi hasil survei persepsi mahasiswa yang dilakukan Indeks dengan tajuk “Bagaimana Mahasiswa Menyikapi RUU Cipta Kerja?”.
Survei dilakukan dalam skala nasional pada 26-30 Juni 2020. Data dikumpulkan dari 742 angket yang didistribusikan secara online melalui berbagai kanal media sosial dan email.
Penarikan sampel dilakukan dengan teknik simple random dengan ukuran sampel 200 angket, yang dipilih secara acak dari 325 angket yang dinyatakan valid berdasarkan kriteria nama dan Nomor Induk Mahasiswa (NIM).
Berdasarkan temuan survei, Arif mengungkapkan sekitar 82 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak wirausahawan untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
“Karenanya mayoritas mahasiswa (78 persen) menyetujui kebijakan untuk menyederhanakan regulasi perizinan usaha, salah satu elemen yang substansial dalam RUU Cipta Kerja,” katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (3/7).
Substansi lain RUU Cipta Kerja yang ditanggapi secara positif oleh mayoritas mahasiswa adalah pelonggaran aturan investasi. Sebanyak 54 persen mahasiswa, kata Arif, setuju pelonggaran aturan investasi untuk membiayai pembangunan, menggairahkan iklim bisnis, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Senada dengan Arif, Saidiman Ahmad, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang bertindak sebagai sebagai pembahas hasil survei menuturkan, wacana pemerintah untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi harus didukung. Salah satu persoalan yang selama ini dihadapi adalah sulitnya para pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitas bisnis.
Pandangan kalangan mahasiswa yang dipotret oleh penelitian Indeks, menurut Saidiman, mewakili aspirasi masyarakat, khususnya mereka yang bergerak di sektor bisnis skala mikro, kecil dan menengah.
“Umumnya mahasiswa dan masyarakat setuju bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak wirausahawan untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Mereka juga umumnya sepakat bahwa pemerintah harus menyederhanakan regulasi,” ujarnya.