REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut saat ini permintaan restrukturisasi dari debitur kepada perbankan mulai turun. Meskupun demikian, OJK meminta kepada perbankan yang memberikan restrukturisasi kredit dapat bersiap dengan memastikan keuangannya dalam kondisi stabil.
“Restrukturisasi dan relaksasi ini jangka waktunya sampai Maret 2021. Jangan sampai kerannya nanti ditutup ternyata perbankan kita enggak siap,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, Jumat (3/7).
Heru menuturkan bagi perbankan yang mampu membetuk cadangan maka saat ini mulai pelan-pelan membentuk dana cadangan meskipun dalam restrukturisasi tidak diwajibkan. Adapun pembentukan dana cadangan merupakan suatu langkah antisipasi jika terdapat debitur yang mengajukan restrukturisasi kredit akan bermasalah suatu hari nanti.
“Itu supaya ketika keran ditutup kita tidak kaget. Syukur-syukur mereka yang direstrukturisasi menjadi lancar. Tapi kalau yang direstrukturisasi menjadi bermasalah ya itu dia kita sudah siap,” ucapnya.
Heru juga menegaskan perbankan hanya boleh melakukan restrukturisasi untuk nasabah yang benar-benar tertekan akibat dampak dari pandemi Covid-19.
“Kami selalu mengatakan bagi nasabah yang tidak terdampak jangan ikut-ikutan memanfaatkan restrukturisasi ini agar tidak memberikan dampak yang tidak baik bagi perbankan,” katanya.
Oleh sebab itu, ia memastikan OJK akan melakukan post audit terhadap pelaksanaan restrukturisasi kredit dalam rangka menghindari adanya penyalahgunaan ketentuan tersebut.
Berdasarkan data OJK per 22 Juni 2020, restrukturisasi yang sudah dilakukan perbankan sebesar Rp 695,34 triliun. Ini terdiri dari Rp 307,8 triliun sektor UMKM dan Rp 387,52 triliun sektor non-UMKM.