REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya membantah anggapan mengeksploitasi santri untuk ikut aksi. Keikutsertaan para santri dalam aksi 313 di Jakarta pada 2019 adalah untuk membaca Alquran dan bermain nasyid.
Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengatakan, keterlibatan para santri dalam aksi itu bukan untuk ikut turun ke jalan. Apalagi, kegiatan itu bukanlah aksi politik, melainkan merupakan aksi bela Islam.
"Lagi pula, mereka tidak teriak-teriak. Mereka hanya mengaji dan bermain nasyid, menghibur peserta aksi," kata dia, kepada Republika, Jumat (3/7).
Menurut dia, tak ada bukti para santri ikut teriak-teriak turun ke jalan. Santri mengikuti aksi dengan damai dan hanya mengaji di depan Masjid Istiqlal.
Kalau santri teriak-teriak, kata dia, baru itu dapat dikatakan radikal. Namun, saat itu santri hanya mengaji dan bermain nasyid.
Menurut Ruslan, pernyataan yang disebutkan Denny Siregar bahwa para santri itu adalah calon teroris merupakan tuduhan tak berdasar. Denny dianggap mencemarkan nama baik para santri dan pesantrennya.
"Dia tak tahu kejadian, tapi menuduh mereka calon teroris," kata dia.
Alih-alih membuat pernyataan minta maaf, Denny justru mengelak bahwa foto itu merupakan objek dari isi statusnya. Menurut Denny, dalam status terakhirnya, foto itu hanya ilustrasi yang memperkuat statusnya.
Namun, ustaz Ruslan menganggap pengekakan itu justru membuat kesalahannya semakin tampak. Sebab, status mengenai santri telah lebih dulu dihapus.
"Kalau ilustrasi itu kan menguatkan konten, tapi saya paham bahasa. Dalam status itu, ia menjelaskan mengenai foto itu," kata dia.