REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pengadilan mengumumkan sidang hukuman bagi seorang pria Australia yang dituduh membunuh 51 Muslim di masjid Christchurch, Selandia Baru akan dimulai pada 24 Agustus, Jumat (3/7). Peristiwa itu menjadi penembakan massal terburuk di Selandia Baru.
Brenton Tarrant mengaku bersalah awal tahun ini atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 tuduhan percobaan pembunuhan, dan satu tuduhan melakukan tindakan teroris. Hakim Cameron Mander mengatakan persidangan diperkirakan berlangsung tiga hari, tetapi itu akan berlangsung selama diperlukan.
Tarrant telah ditahan polisi sejak 15 Maret 2019, ketika ditangkap dan dituduh menggunakan senjata semi-otomatis untuk menargetkan umat Islam yang menghadiri sholat Jumat di dua masjid di kota South Island. Serangan itu disiarkan langsung di Facebook dan diduga memberikan inspirasi untuk beberapa serangan lain yang menargetkan kelompok-kelompok agama di seluruh dunia.
Pelaku telah merencanakan untuk melawan dakwaan yang diberikan kepadanya. Namun, dia mengubah pembelaannya menjadi bersalah pada Maret tahun ini.
Hakim Mander mengatakan pengaturan akan dibuat untuk memungkinkan para korban dan anggota keluarga saat ini tinggal di luar negeri dan tidak dapat melakukan perjalanan ke Selandia Baru. Pengadilan akan melakukan pertimbangan hukuman dari jarak jauh.
Perbatasan Selandia Baru tetap tertutup bagi orang asing dan warga Selandia Baru yang kembali harus tetap dikarantina selama 14 hari, menjadi pertimbangan untuk melakukan hal tersebut. Kondisi pandemi virus corona pun menjadi pertimbangan tanggal persidangan yang tepat untuk Tarrant.
"Finalitas dan penutupan dianggap oleh beberapa orang sebagai cara terbaik untuk membawa bantuan kepada komunitas Muslim," ujar Hakim Mander mempertimbangkan menunggu pengaturan perbatasan normal seperti semula akan sangat lama.