Jumat 03 Jul 2020 14:40 WIB

Tradisi Uang Ketok Palu, Anggota DPRD Dapat Rp 50 Juta

Pemkab anggarkan uang ketok palu Rp 2 miliar untuk seluruh anggota DPRD Bengkalis.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota DPRD Bengkalis, Provinsi Riau memiliki tradisi uang ketok palu, yang setiap orang bisa dapat Rp 50 juta (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Anggota DPRD Bengkalis, Provinsi Riau memiliki tradisi uang ketok palu, yang setiap orang bisa dapat Rp 50 juta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Riau, kembali menggelar sidang dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan dengan terdakwa bupati Bengkalis nonaktif Amril Mukminin. Ada tiga saksi yang dihadirkan dalam sidang kedua yang digelar di ruang sidang Subekti, Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada Kamis (2/7).

Ketiga saksi adalah eks anggota DPRD Bengkalis masing-masing Firza Firdhauli, Abdurrahman Atan dan Jamal Abdillah. Khusus nama terakhir, dia memberikan saksi via virtual dari Lapas Klas IIA Pekanbaru. Hal yang sama juga berlaku untuk Amril Mukminin yang kini mengikuti sidang dari gedung KPK, Jakarta.

Firza menjadi sosok pertama yang memberikan kesaksian kepada majelis hakim yang dipimpin Hakim Lilin Herlina. Firza merupakan anggota DPRD Bengkalis dua periode 2004 hingga 2014.

Kepada hakim, Firza mengaku proyek jalan Sungai Pakning menuju Duri tidak pernah dibahas di komisi II DPRD Bengkalis. Pengajuan proyek yang belakangan bermasalah itu dilakukan pada 2012 siam. Proyek tahun jamak itu langsung dibawa ke Badan Anggaran (Banggar) DPRD. "Seingat saya langsung dibahas ke Banggar. Tidak pernah dibahas di Komisi II," kata Firza.

Firzha mengatakan seharusnya, pembahasan harus melewati komisi II namun hal itu tidak pernah dilakukan. Selain itu, Firza turut mengungkapkan praktik bagi-bagi uang ketok palu. Istilah ketok palu digunakan Firza untuk penetapan anggaran belanja daerah tahun 2012. Dalam keterangannya, ketua DPRD Bengkalis saat itu, Jamal Abdillah membagikan uang kepada anggota legislator sebesar Rp 50 juta.

Sosok yang beberapa kali disebut turut menerima uang ketok palu itu adalah Indra Gunawan alias Eet, yang kini menjabat sebagai ketua DPRD Riau. Eet bersama Firza serta terdakwa berasal dari fraksi yang sama yakni Golkar.

Firza mengatakan, Eet merupakan anggota Banggar saat pembahasan proyek yang mangkrak hingga akhirnya disidik KPK. "Saya terima Rp 50 juta dalam asoi (plastik) hitam. Uang itu juga saya berikan untuk Indra Gunawan," kata dia.

Atan, saksi lainnya juga mengatakan hal yang sama. Dia yang juga duduk sebagai wakil rakyat sejak 2004-2014 mengatakan kerap menerima uang sejak awal dia terpilih. Uang itu dibayarkan sepekan sebelum atau sesudah pengesahan APBD.

Jamal Abdillah, ketua DPRD Bengkalis periode 2009-2014 membenarkan adanya tradisi yang ketok palu. Dia mengisahkan pada 2012, saat pembahasan enam proyek tahun jamak Bengkalis yang nilainya hingga Rp 500 miliar lebih itu, seluruh anggota DPRD Bengkalis mendapat uang ketok palu.

"Ada tradisi semacam uang saguhati. Saya tahu waktu ketua. Karena posisi saya harus ambil keputusan cepat, saya ambil dan ikuti prosedurnya. Ini sudah kebiasaan kita, saya sampaikan ke Herliyan (Herliyan Saleh, bupati Bengkalis periode 2010-2015)," kata Jamal.

Kemudian, dia mengatakan, Pemkab Bengkalis menganggarkan Rp 2 miliar untuk seluruh anggota DPRD Bengkalis. "Dana Rp 2 miliar, untuk ketok palu. Untuk semua anggota, pimpinan dan semua anggota. Masing-masing pimpinan Rp 100 juta, terus anggota beda-beda. Seingat saya semua anggota dapat. Rata-rata Rp 50-an juta," ujarnya.

Amril Mukminin sendiri didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp 5,2 miliar hingga Rp 23,6 miliar lebih. Uang Rp 5,2 miliar, berasal dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam proyek pembangunan Jalan Duri–Sungai Pakning. Sedangkan uang Rp 23,6 miliar lebih berasal dari dua pengusaha sawit.

Uang dari pengusaha sawit itu diduga diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer. Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

TAKE

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement