REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ratusan massa mengatasnamakan Forum Mujahid Tasikmalaya menggelar aksi di depan Polresta Tasikmalaya pada Kamis (2/7) menuntut Denny Siregar untuk diadili. Sosok yang memiliki banyak pengikut di media sosial itu, dianggap telah menghina santri dan pesantren melalui status yang ditulisnya di Facebook.
Kemarahan umat di Tasikmalaya berawal ketika Denny mengunggah status di Facebook pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.
Foto yang diunggah Denny belakangan diketahui merupakan foto santri Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya. Foto itu diambil ketika para santri mengikuti aksi damai 313 di depan Masjid Istiqlal Jakarta pada 2019.
Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengaku, mendapat kabar mengenai status itu dari temannya. Ia mengatakan, awalnya tak ingin mempermasalahkan kasus itu karena mengetahui latar belakang Denny Siregar. Namun, atas desakan banyak pihak, disepakati untuk melakukan aksi dan melaporkan kasus itu ke polisi.
Menurut dia, umat Muslim merasa tersinggung dengan postingan itu. "Kata-kata teroris itu sangat membuat kita sakit," kata dia saat Republika mendatangi pesantrennya di Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jumat (3/7).
Padahal, dia menjelaskan, ketika itu santri habis mengaji di depan Masjid Istiqlal untuk menghibur para peserta aksi 313 di Jakarta. Setelah itu, banyak peserta aksi yang meminta berfoto bersama dengan para santri.
Anak-anak juga tak sampai ke turun ke jalan ketika aksi, melainkan hanya mengaji di depan Masjid Istiqlal. Namun, foto itu digunakan oleh pihak tak bertanggung jawab dan dilabeli sebagai anak-anak calon teroris.
Ahmad juga merasa tersinggung lantaran setiap harinya kegiatan para santri tak lain belajar mengaji, menghapal Alquran, dan diajarkan untuk mencintai NKRI. Namun, oleh Denny Siregar, para ssantri dituduh calon teroris.
"Kita tak pernah mengajarkan para antri kebencian, tidak pernah mengajarkan mereka memegang senjata, apalagi membunuh atau menjadi teroris. Tapi dibilang calon teroris. Saya sebagai pimpinan tentu sedih," kata dia.
Bukan hanya kata-kata itu yang memuatnya tersinggung. Dalam status Denny juga dituliskan bahwa para pengajar santri atau uztaz sebagai predator, gila, dan goblok. Ketika ada kata ustaz, kata dia, artinya bukan hanya untuk pengajar pesantren, melainkan juga umat Islam secara keseluruham. "Karen itu, wajar jika umat marah," ucapnya.
Dalam aksi yang dilakukan pada Kamis siang, massa sekaligus membuat laporan ke pihak kepolisian untuk memroses hukum Denny Siregar. Laporan itu langsung diterima oleh Kapolresta Tasikmalaya, AKBP Anom Karibianto.
Anom mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari perwakilan masyarakat mengenai kasus itu. Berdasarkan laporan yang diterima polisi, Denny Siregar dianggap melanggar UU ITE karena telah menyebarkan konten yang bersifat memecah belah melalui akun media sosial.
"Kita akan proses sesuai tahapan-tahapannya. Saat ini kita akan mencari bukti-bukti kasus itu," kata dia.
Anom meminta masyarakat untuk mempercayakan penyelesaian kasus itu kepada pihak kepolisian. Ia mengimbau masyarakat tak perlu melakukan aksi terkait kasus itu. Sebab, saat ini pandemi Covid-19 masih belum sepenuhnya teratasi, sehingga masyarakat masih dianjurkan menerapkan protokol kesehatan.
"Masyarakat percaya saja pada kita. Sekarang jaga kondusovitas dulu, apalagi sekarang masih pandemi Covid-19. Kita jaga kondusivitas bersama," kata dia.
Sebelumnya, ratusan massa yang tergabung dalam Forum Mujahid Tasikmalaya melakukan aksi damai di depan Polresta Tasikmalaya pasa Kamis siang. Aksi itu dilakukan menanggapi status Denny Siregar yang dianggap menghina santri dan pesantren.
Kendati demikian, Anom mengatakan, aksi itu berjalan kondusif tanpa menimbulkan kericuhan. Massa aksi juga membuat laporan agar polisi menindaklanjuti kasus penghinaan yang dilakukan Denny Siregar.