Jumat 03 Jul 2020 16:05 WIB

Perdana Menteri Prancis Mundur, Kabinet Bubar

Pengunduran diri perdana menteri Prancis terjadi di tengah isu perombakan kabinet

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe mengundurkan diri
Foto: EPA
Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe mengundurkan diri

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe mengundurkan diri dari jabatannya pada Jumat (3/7). Langkah itu dia ambil saat Presiden Prancis Emmanuel Macron hendak melakukan perombakan kabinet dan disebut berencana memecatnya.

Dalam keterangan yang dirilis Istana Elysee, Philippe disebut telah menyerahkan surat pengunduran dirinya. Namun, dia akan tetap menangani urusan pemerintahan sampai kabinet baru dibentuk.

Baca Juga

Belum jelas apakah Macron akan memanggil kembali Philippe untuk membentuk pemerintahan baru. Di Prancis, presiden memilih perdana menteri yang kemudian membentuk pemerintahan. Dengan demikian, pengunduran diri seorang perdana menteri membuka jalan bagi perombakan kabinet.

Keputusan Macron untuk merombak dan membentuk kembali pemerintahan datang setelah partainya, La République En Marche (LREM), kalah telak dalam pilkada Prancis yang diselenggarakan akhir Juni lalu. Sementara partai Greens meraih kemenangan besar di beberapa kota seperti Lyon, Bordeaux, Strasbourg, Poitiers, Besancon, Marseille, termasuk Paris.

Hasil tersebut menunjukkan lonjakan dukungan yang signifikan bagi partai Greens. Satu-satunya hiburan untuk Macron adalah kemenangan Edouard Philippe dalam pemilihan wali kota Le Havre. Dia menang dengan perolehan 58,83 persen suara.

Menurut penasihat terdekat, dengan hanya 21 bulan tersisa menjelang pemilihan presiden berikutnya, Macron ingin mengatur ulang posisinya. Hal itu mendorongnya melakukan perombakan pemerintahan.

Menurut para analis politik, sebenarnya itu akan menjadi pertaruhan politik bagi Macron jika dia melepaskan Philippe. Sebab, Philippe dianggap lebih populer dibandingkan sang presiden. Saat kerusuhan "jaket kuning" melanda Prancis, Philippe telah menunjukkan kesetiaan yang kuat kepada Macron.

Philippe bisa muncul sebagai saingan presiden pada 2022. Namun mempertahankan posisi Philippe pun akan menimbulkan masalah. Sebab, hal itu dapat menunjukkan bahwa Macron terlalu lemah untuk melepaskan perdana menterinya. Di sisi lain, partainya yang berusia muda tersebut akan dinilai tidak memiliki kedalaman untuk melakukan perombakan, kemudian mengisinya dengan para kandidat atau tokoh dari lingkungan internal. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement