REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur melaporkan bahwa hingga akhir Juni 2020 jumlah babi yang mati akibat terserang virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika sudah mencapai 22.000-an ekor.
"Data terakhir mencapai 22 ribuan babi yang sudah mati, angka pastinya saya agak lupa," kata Sekretaris Dinas Peternakan NTT Frans Samon di Kupang, Jumat (3/7).
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan perkembangan kasus matinya babi di NTT yang cukup meresahkan seluruh masyarakat di provinsi berbasis kepulauan itu. Frans mengatakan bahwa saat ini penyebaran virus demam babi Afrika itu tidak hanya terjadi di pulau Timor saja, tetepi justru sudah menyebar sampai ke Sumba, Alor bahkan sampai di Flores khususnya di Kabupaten Sikka.
"Sebelumnya Pulau Timor terbanyak kasus babi yang mati akibat virus itu, tetapi saat ini justru sudah menyebar sampai ke beberapa pulau lain di NTT ini," tutur dia.
Ia mengatakan bahwa selama ini Dinas Peternakan NTT sudah membentuk tim khusus dan mengawasi peredaran daging babi, namun pihaknya kesulitan karena memang pihaknya tak bisa memantau satu-persatu warga yang membeli daging babi. Oleh karena itu bisa saja, penyakit babi yang sudah ada pulau Timur dibawa ke pulau lain di NTT sehingga beberapa babi di pulau-pulau tersebut juga terjangkit.
Pihaknya, kata dia, juga sudah mengimbau agar pembelian daging babi hanya boleh dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) yang memang semua hewan yang akan dipotong sudah diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Namun, sayangnya penjualan daging babi di Kota Kupang saja, menyebar di mana-mana, sehingga pihaknya juga kesulitan mengawasi atau mencegahnya.
Ia mengatakan informasi terakhir menyebutkan bahwa ada ratusan babi di Sikka sudah mati akibat wabah virus ASF tersebut yang memang sangat meresahkan.