REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali menyiapkan insentif bagi desa adat terkait dengan upaya penanganan dan pengendalian penyebaran COVID-19 yang selama ini dilaksanakan melalui Satuan Tugas Gotong Royong.
"Insentif yang dialokasikan dalam APBD Perubahan Provinsi Bali Tahun 2020 ini kami harapkan mampu memantik kembali semangat Satgas Gotong Royong berbasis desa adat yang belakangan agak kendur," kata Gubernur Bali Wayan Koster saat tatap muka secara virtual dengan Bendesa Adat se-Bali di Denpasar, Jumat (3/7). Awalnya, ia berencana memberikan insentif dengan jumlah bervariasi dengan tolok ukur capaian masing-masing desa adat.
Namun, dalam sesi diskusi, sejumlah bendesa adat (pimpinan desa adat) mengusulkan jumlah insentif yang seragam karena selama ini seluruh desa adat di Bali telah melakukan langkah-langkah penanganan dan pengendalian penyebaran COVID-19 sesuai dengan arahan gugus tugas.
Guna mengkomodasi aspirasi dari para bendesa adat itu, Gubernur Koster akan mendiskusikan kembali besaran insentif dengan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali. Selain tambahan insentif yang akan dialokasikan pada APBD Perubahan 2020, ia juga menjanjikan peningkatan bantuan untuk desa adat pada 2021.
"Sekarang bantuannya sebesar Rp 300 juta, mengenai berapa penambahannya akan disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Akan saya diskusikan dengan MDA Provinsi Bali dan nanti pada waktunya akan diumumkan," ujar Koster.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung "pararem" atau kesepakatan adat tertulis mengenai penerapan protokol kesehatan COVID-19 yang wajib disusun oleh desa adat.
Dari laporan Kadis Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, ia memperoleh informasi bahwa dari 1.493 desa adat, saat ini 1.406 desa adat telah menyelesaikan penyusunan "pararem" penegakan protokol kesehatan COVID-19.
"Itu artinya, masih ada 87 desa adat yang belum menyelesaikan 'pararem'. Saya harap minggu ini semua sudah selesai," ucapnya.
Ia berpandangan "pararem" mempunyai fungsi yang penting untuk mengatur krama (warga adat) agar tertib dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan penyakit yang pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China itu. Bila seluruh desa adat telah merampungkan "pararem", ia meminta penerapannya secara serentak.
"Saya minta 'pararem' ini nantinya diterapkan secara tegas, jangan lembek, dan ada toleransi agar tak ada lagi penambahan kasus baru," ujarnya. Dia mengatakan kalau ada warga tak disiplin, harus dikenakan sanksi sesuai "pararem".
"Ini penting untuk menjaga kewibawaan desa adat. Selain itu, agar dalam menerapkan 'pararem', desa adat bersinergi dengan desa dinas, lurah, bhabinkamtimbas dan unsur lainnya," katanya. Gubernur Koster juga menyinggung semakin bertambah kasus positif COVID-19 disebabkan transmisi lokal, khususnya pada klaster pasar.
Mengacu pada perkembangan data terakhir, Kota Denpasar mencatat paling banyak pasien positif COVID-19, yaitu 616 kasus, disusul Badung, Klungkung, dan Bangli, masing-masing 200, 166, dan 151 kasus. Perkembangan kasus di beberapa wilayah, khususnya Kota Denpasar, mendapat atensi Gubernur Koster.
Ia berharap, Satgas Gotong Royong Berbasis Desa Adat agar melaksanakan upaya yang lebih serius dalam pencegahan penyebaran COVID-19."Saya memohon dengan sangat, jangan kendur dan bosan. Tetapkan bekerja dengan komitmen dan semangat tinggi. Ingat juga jaga stamina," ucapnya.
Khusus terkait klaster pasar, desa adat diminta betul-betul mengawasi penerapan protokol kesehatan di pasar."Pastikan pedagang dan pengunjung menerapkan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, menggunakan pelindung wajah, jaga jarak, dan rajin mencuci tangan. Itu semua harus dipastikan terlaksana dengan baik," katanya.
Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet mengatakan tatap muka secara virtual itu, bagian penting dalam upaya mengajegkan adat dan budaya Bali. Lebih dari itu, katanya, pertemuan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya penanganan pandemi COVID-19 dan menyongsong normal baru di tengah pandemi virus