Ahad 05 Jul 2020 06:58 WIB

Soewardi Soerjaningrat: Seandainya Aku Bangsa Belanda

Kritikan itu membuat Tjipto, Soewardi, dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda.

Tulisan Soewardi Soerjaningrat berjudul Als ik Nederlander was di harian De Expres.
Foto: Tangkapan Layar
Tulisan Soewardi Soerjaningrat berjudul Als ik Nederlander was di harian De Expres.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar

Tulisan Soewardi Soerjaningrat berjudul Als ik eens Nederlander was diperbanyak oleh Komite Boemi Poetera yang diketuai dokter Tjipto Mangoenkoesoemo. Tulisan satir yang dimelayukan menjadi Seandainya Aku Bangsa Belanda itu menentang perayaan kemerdekaan Belanda melibatkan warga koloni.

Pemerintah Hindia Belanda, menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda yang akan dilangsungkan pada November 1913 itu jauh haru sudah menarik iuran dari warga Indonesia. De Expres tempat Tjipto, Soewardi, dan Douwes Dekker bekerja, menurunkan tulisan mengkritik penggalangan dana itu. Lebih baik dana itu digalang untuk memberantas wabah pes.

“…maka saya akan memberikan kontribusi, bahkan jika saya harus memotong anggaran rumah tangga saya menjadi dua. Adalah tugas saya sebagai penduduk asli koloni Belanda, untuk memperingati hari kemerdekaan Belanda, negara tuan kita,’’ tulis Soewardi, penuh satir.

Diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Abdoel Moeis, brosurnya kemudiaan disebar ke berbagai daerah. Di rumah HOS Tjokroaminoto di Kampung Arab Plampitan, Surabaya, brosur itu juga disiapkan untuk disebarkan, namun gagal karena setengah jam sebelum jadwal yang ditentukan, polisi menyitanya.

Polisi melakukan razia di berbagai tempat, setelah Tjipto dan kawan-kawan ditangkap pada 29 Juli 1913. Telegram tertanggal 30 Juli 1913 menyebut: Kemarin sore para anggota Komite Boemi Poetera: dr Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soerjaningrat, dan Abdoel Moeis, ditangkap polisi…. Wignja di Sastra, pemimpin redaksi Kaoem Moeda, juga ditangkap. Wignja merupakan bendahara Komite Boemi Poetera.

Dalam melakukan razia, polisi tak melewatkan tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan dan penyebaran brosur itu. Di Surabaya, sebelum menggeledah rumah Tjokroaminoto, polisi terlebih dulu menggeledah kantor Setija Oesaha yang mencetak Oetoesan Hindia.

Polisi hanya mendapat tiga brosur dari Oetoesan Hindia, sehingga razia diarahkan ke rumah Tjokroaminoto, pemimpin redaksi Oetoesan Hindia sekaligus wakil ketua Syarikat Islam. Ada sekitar 200 brosur yang disita dari rumah Tjrokoaminoto. Brosur yang akan dimuat di Soerabaiasch Handelsblad juga disita polisi.

Bahkan, apotek/toko obat, toko kue,toko pakaian, pun dirazia, seperti yang terjadi di Yogyakarta. Menurut laporan Rotterdamsc Nieuwsblad edisi 4 September 1913, mengutip Mataram, usaha polisi di tempat-tempat itu nihil adanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement