REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Sejumlah jaringan kelompok-kelompok Facebook di Amerika Serikat (AS) pada April lalu mengorganisir protes atas anjuran tinggal di rumah akibat penyebaran virus Corona. Kini golongan tersebut memicu informasi yang salah dan menargetkan topik terbaru, gerakan Black Lives Matter dan protes ketidakadilan rasial di seluruh AS.
Kelompok-kelompok ini diduga memiliki anggota lebih dari 1 juta. Satu kelompok mengubah nama bulan lalu dari "Reopen California" menjadi "California Patriots Pro Law & Order". Kelompok ini mengunggah info terbaru untuk mengejek Black Lives Matter atau mengubah slogan menjadi "White Lives Matter."
Anggota grup itu telah menggunakan penghinaan untuk merujuk pada orang kulit berwarna dan pengunjuk rasa. Mereka menyebut orang-orang yang bergerak dengan sebutan "binatang," "rasis" dan "preman" dan ini pelanggaran langsung terhadap standar ujaran kebencian di Facebook.
Sedangkan kelompok yang lain telah menjadi tempat berkumpul untuk mempromosikan teori konspirasi tentang protes tersebut. Mereka menyatakan para demonstran dibayar untuk pergi melakukan unjuk rasa, bahkan kematian George Floyd di tangan polisi Minneapolis terus dipertontonkan.
Penulusuran Associated Press mengenai pos terbaru di 40 dari grup Facebook ini sebagian besar diluncurkan oleh kelompok konservatif atau aktivis pro-senjata. Hasilnya memperlihatkan bahwa sejak bulan lalu, pembicaraan sebagian besar bergeser untuk menyerang protes nasional atas pembunuhan pria dan wanita berkulit berwarna setelah kematian Floyd.
Pengguna Facebook dalam beberapa grup ini mengunggah ratusan kali sehari. Utas yang sering dilihat hanya oleh anggota saja dan dilindungi dari pandangan publik.
"Kecuali jika Facebook secara aktif mencari disinformasi dalam ruang-ruang itu, mereka akan luput dari perhatian untuk waktu yang lama dan mereka akan tumbuh," kata direktur penelitian di Shorenstein Center di Harvard Kennedy School tentang Media, Politik, dan Kebijakan Publik, Joan Donovan.
Donova menekankan, seiring waktu, orang-orang itu akan menyeret orang lain ke dalam lingkaran mereka. Dengan begitu mereka akan terus berorganisasi.
Facebook mengatakan, mengetahui kelompok tersebut kembali dibuka dan menggunakan teknologi serta mengandalkan pengguna untuk mengidentifikasi unggahan yang bermasalah. Perusahaan telah berjanji di masa lalu untuk mencari materi yang melanggar aturannya dalam kelompok pribadi maupun di tempat-tempat umum di situsnya. Hanya saja janji tersebut sering kali sulit diterapkan.
Terdapat satu grup Facebook, ReOpen PA, meminta 105.000 anggotanya untuk menjaga agar percakapan tetap fokus pada pembukaan kembali bisnis dan sekolah di Pennsylvania. Mereka menerapkan aturan untuk melarang unggahan tentang protes keadilan rasial serta teori konspirasi tentang kemanjuran masker.
Tapi, kebanyakan orang lain tidak memoderasi halaman mereka sedekat ini. Contoh saja, beberapa kelompok di New Jersey, Texas, dan Ohio telah menyebut rasisme sistemik sebagai kebohongan.
Peneliti di Wilson Center, Washington, D.C., Nina Jankowicz, menyatakan, kelompok-kelompok yang menggelembung seperti ruang bawah tanah menyeramkan. Tempat itu menjadi wilayah pandangan ekstremis dan informasi yang salah dapat mengintai. "Ini semacam cara agar platform memungkinkan beberapa aktor terburuk untuk tetap di sana," kata Jankowicz.