REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Nazar dalam syariat Islam berarti mewajibkan diri untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak wajib.
Menurut Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc, Msi, pada dasarnya hukum nazar adalah makruh berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Janganlah bernazar. Karena nazar tidaklah bisa menolak takdir sedikit pun. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR Muslim).
إِنَّ النَّذْرَ لاَ يُقَرِّبُ مِنِ ابْنِ آدَمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ قَدَّرَهُ لَهُ وَلَكِنِ النَّذْرُ يُوَافِقُ الْقَدَرَ فَيُخْرَجُ بِذَلِكَ مِنَ الْبَخِيلِ مَا لَمْ يَكُنِ الْبَخِيلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَ
“Sungguh nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang tidak Allah takdirkan. Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya tidak ia inginkan untuk dikeluarkan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Akan tetapi, jika terlanjur mengucapkan, maka nazar tersebut tetap wajib ditunaikan berdasarkan dalil berikut ini:
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS Al Hajj: 29). Begitu juga dari hadits Rasulullah SAW.
Dari ‘Aisyah RA, Rasulullah bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR Bukhari).
Lantas bagaimana jika ada yang bernazar namun dia tidak mampu menunaikannya? Ustadz Fahmi yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Pemuda Al Irsyad menjelaskan, jika seseorang bernazar untuk melakukan sesuatu, seperti bernazar untuk beribadah haji, berpuasa sunnah dan sebagainya. "Jika ibadah tersebut tidak mampu dilakukannya, maka wajib diganti dengan kaffarah," katanya.
Seperti yang tertera dalam surat Al Maidah ayat 89, yakni: memberi makan 10 orang kepada fakir miskin, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak. "Dan jika tidak bisa, ia berpuasa selama tiga hari," katanya.
Namun jika nazar tersebut hanya tertunda karena tidak mampu dilakukan saat ini, seperti tidak bisa melaksanakan haji tahun ini dikarenakan pandemi, maka ia tetap wajib melakukannya di tahun berikutnya. Dan sekiranya memang sudah tidak bisa dilakukan lagi, entah karena sakit dan lainnya, maka ia wajib mengganti dengan kaffarah.
"Hal ini terkecuali jika nazarnya berkaitan dengan maksiat, yakni jika ia bernazar untuk melakukan maksiat, seperti jika ia lulus ia akan minum minuman keras dan sebagainya, maka nazar tersebut hukumnya haram untuk dilakuka," katanya.