Senin 06 Jul 2020 11:32 WIB

Alasan Mengapa Nazar tak Disukai Meski Boleh Menurut Agama

Hukum bernazar pada dasarnya adalah boleh meski tak disukai (makruh)

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Hukum bernazar pada dasarnya adalah boleh meski tak disukai (makruh). Ilustrasi nazar.
Foto: .
Hukum bernazar pada dasarnya adalah boleh meski tak disukai (makruh). Ilustrasi nazar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Nazar dalam syariat Islam berarti mewajibkan diri untuk melakukan sesuatu ‎yang sebenarnya tidak wajib. 

Menurut Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc, Msi, pada dasarnya hukum nazar adalah makruh berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

Baca Juga

لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

‎“Janganlah bernazar. Karena nazar tidaklah bisa menolak takdir ‎sedikit pun. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR ‎Muslim)‎. 

إِنَّ النَّذْرَ لاَ يُقَرِّبُ مِنِ ابْنِ آدَمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ قَدَّرَهُ لَهُ وَلَكِنِ النَّذْرُ يُوَافِقُ الْقَدَرَ فَيُخْرَجُ بِذَلِكَ مِنَ الْبَخِيلِ مَا لَمْ يَكُنِ ‏الْبَخِيلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَ

‎“Sungguh nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang ‎tidak Allah takdirkan. Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar ‎hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar ‎tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya tidak ia inginkan ‎untuk dikeluarkan.” (HR Bukhari dan Muslim)‎.  

Akan tetapi, jika terlanjur mengucapkan, maka nazar ‎tersebut tetap wajib ditunaikan berdasarkan dalil berikut ini: ‎

‎ ‎ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ

‎“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada ‎pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan ‎nazar-nazar mereka.” (QS Al Hajj: 29)‎. Begitu juga  dari hadits Rasulullah SAW.‎

Dari ‘Aisyah RA, Rasulullah bersabda,‎

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

‎“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah ‎nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada ‎Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR Bukhari)‎. 

Lantas bagaimana jika ada yang bernazar namun dia tidak ‎mampu menunaikannya? Ustadz Fahmi yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Pemuda Al Irsyad menjelaskan, jika seseorang bernazar untuk melakukan sesuatu, seperti ‎bernazar untuk beribadah haji, berpuasa sunnah dan sebagainya. "‎Jika ibadah tersebut tidak mampu dilakukannya, maka wajib ‎diganti dengan kaffarah," katanya. 

Seperti yang tertera dalam surat Al ‎Maidah ayat 89, yakni: memberi makan 10 orang kepada fakir ‎miskin, atau memberi pakaian kepada mereka atau ‎memerdekakan budak. "Dan jika tidak bisa, ia berpuasa selama ‎tiga hari," katanya. 

Namun jika nazar tersebut hanya tertunda karena tidak mampu ‎dilakukan saat ini, seperti tidak bisa melaksanakan haji tahun ini ‎dikarenakan pandemi, maka ia tetap wajib melakukannya di tahun ‎berikutnya. Dan sekiranya memang sudah tidak bisa dilakukan ‎lagi, entah karena sakit dan lainnya, maka ia wajib mengganti ‎dengan kaffarah. ‎  

"Hal ini terkecuali jika nazarnya berkaitan dengan maksiat, yakni ‎jika ia bernazar untuk melakukan maksiat, seperti jika ia lulus ia ‎akan minum minuman keras dan sebagainya, maka nazar tersebut ‎hukumnya haram untuk dilakuka," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement