REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Gulat adalah jenis olahraga bela diri yang berkembang luas di negara-negara Islam. Sejumlah pegulat Muslim meraih kesuksesan di pentas internasional, semisal olimpiade ataupun kejuaraan gulat. Prestasi itu tidak dicapai dengan sendirinya, tetapi memiliki akar sejarah yang panjang.
Jejak gulat di dunia Islam terentang sejak era kekhalifahan. Gulat merupakan olahraga untuk menguji kekuatan fisik. Ini membuatnya disukai banyak kalangan. Beberapa sejarawan menyatakan gulat dikenalkan pertama kali pada masa Yunani kuno, kemudian berlanjut era Romawi serta Persia kuno hingga masa kekhalifahan.
Gulat dimainkan oleh dua orang yang saling berhadapan. Mereka berusaha menjatuhkan lawan masing-masing. Pada masa itu, sudah dikenal semacam kompetisi untuk mencari pegulat terbaik. Pemenangnya akan memperoleh hadiah ataupun popularitas di masyarakat.
Perkembangan gulat cepat menyebar ke berbagai wilayah di Timur Tengah, Afrika Utara, Mesir, Andalusia, hingga Turki. Lukisan karya seniman Kairo abad pertengahan menampilkan gambar dua orang yang sedang beradu gulat. Ada banyak penonton yang menyaksikan.
Lukisan tersebut dipekirakan merupakan ilustrasi dari sebuah kompetisi resmi yang berlangsung antara abad ke-14 dan 15 Masehi. Olahraga ini tak jarang dimainkan oleh kalangan militer. Dalam Medieval Islamic Civilization, Jere L Bacharach menjelaskan bahwa di negara-negara dengan kondisi wilayah yang keras, olahraga bela diri begitu populer, termasuk gulat.
Misalnya, di Persia (Iran) dan Turki. Bangsa Persia sudah mempraktikkan gulat sejak 238 SM-226 M. Di wilayah itu, gulat dikenal dengan nama pehlivan. Pada masa Pemerintahan Turki Ustmani, selain gulat, bentuk olahraga lain yang digemari adalah panahan, berkuda, serta lempar lembing. Ketika umat Muslim gencar melakukan perdagangan, secara tidak langsung mereka juga mengenalkan gulat ke penduduk di wilayah-wilayah Asia Tengah.