REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menyepakati surat keputusan bersama (SKB) terkait pembagian beban atau burden sharing untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Adapun prinsip burden sharing untuk menjaga keberlangsungan fiskal agar tetap terkendali, sustainable, dan kredibel secara kehati-hatian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah dan Bank Indonesia akan berbagi beban dalam hal pembiayaan defisit. “Burden sharing dilakukan dengan tetap meperhatikan kredibilitas, integritas dari pengelolaan fiskal moneter,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Senin (6/7).
Sri Mulyani menjelaskan, pembagian beban antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam penanganan Covid-19 dibagi terhadap beberapa kategori. Pertama, bersifat manfaat yang menyangkut hajat hidup orang banyak atau public goods.
"Di dalam kategori ini adalah belanja bidang kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun pada bidang belanja untuk perlindungan sosial Rp 203,9 triliun dan bidang untuk belanja padat karya dan dukungan sektoral pemerintah daerah sebesar Rp 106 triliun. Ketiga belanja ini dengan total Rp 397,56 triliun," jelasnya.
Menurutnya dari total katagori public goods sebesar Rp 397,56 triliun akan diterbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang akan langsung dibeli oleh Bank Indonesia mengikuti BI 7-Day (Reverse) Repo Rate. Nantinya suku bunga akan ditanggung oleh Bank Indonesia seluruhnya, sehingga beban bunga bagi pemerintah untuk SBN khusus yang diterbitkan dengan privat placement, bagi pemerintah sebesar nol persen sedangakan bagi Bank Indonesia sebesar reverse repo rate-nya.
"BI dan Menkeu setuju, untuk belanja kategori public goods akan diterbitkan SBN yang langsung dibeli kepada BI, dengan suku bunga acuan BI sebesar reverse repo rate, dan subung BI sebesar reverse repo rate akan ditanggung oleh BI seluruhnya," jelasnya.
Sedangkan kategori belanja lainnya seperti dukungan dunia usaha UMKM dan korporasi yaitu sebesar Rp 123,46 triliun, maka burden sharing dari sisi bunganya adalah pemerintah akan menerbitkan SBN di pasar. Untuk kategori ini pemerintah dan Bank Indonesia bersepakat suku bunga pasar itu akan dibagi dua.
"BI akan tanggung sebesar suku bunga perbedanaan dari subung pasar sampai dengan 1 persen di bawah reverse repo rate. Jadi pemerintah tanggung suku bunganya 1 persen di bawah reverse repo rate. Ini dilakukan melalui mekanisme market," jelasnya.
Kemudian belanja lainnya, pemerintah akan menerbitkan SBN melalui mekanisme pasar dan seluruh suku bunganya ditanggung oleh pemerintah. Dalam hal ini dari sisi suku bunga tidak ada burden sharing dengan Bank Indonesia.
"Jadi dalam hal ini kami dengan BI tetap akan menjaga integritas dari market mekanisme, khusus untuk yang merupakan surat berharga yang diisi oleh pemerintah dan langsung diberi oleh BI yaitu pendanaannya secara langsung oleh BI," ucapnya.
Di samping itu, pembiayaan defisit lainnya semuanya di isu melalui pasar dengan mekanisme biasa hanya yang untuk pos UMKM dan korporasi Bank Indonesia akan menanggung suku bunganya hingga sampai satu persen di bawah BI 7-Day (Reverse) Repo Rate. Sedangkan non UMKM dan nonkorporasi pemerintah menerbitkan pasar seperti biasa beban bunga yang ditanggung oleh pemerintah.
"Kami bersama BI akan menandatangani sebagai pelengkap SKB pertama. Yang pertama tetap akan berlaku. SBN ini kita akan lakukan penempatan SBN yang akan dibeli oleh BI hanya dilakulan pada 2020," ucapnya.