Selasa 07 Jul 2020 00:46 WIB

MAKI: PN Jaksel Seharusnya Hentikan Sidang PK Djoko Tjandra

PN Jaksel menggelar sidang kedua PK hari ini, tapi ditunda karena Djoko tidak hadir.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) semestinya menghentikan sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana dan buronan perkara pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Pasalnya, identitas Djoko dinilai tidak sah, lantaran terdapat perbedaan tahun lahir antara KTP baru Djoko Tjandra dengan dokumen lamanya, termasuk putusan pengadilan.

"Atas dasar KTP WNI tidak sah dan perbedaan tahun lahir KTP baru 1951 dengan dokumen lama di Pengadilan tahun lahir 1950, maka semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghentikan proses persidangan PK yang diajukan Joko Tjandra," kata Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/7). 

Diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang kedua PK yang diajukan Djoko Tjandra pada hari ini. Sebelumnya, sidang dijadwalkan dilaksanakan pada 29 Juni 2020. 

Namun, sidang ditunda karena Djoko Tjandra sebagai pemohon tidak hadir. Adapun, PK diajukan Djoko Tjandra pada 8 Juni 2020. 

Untuk mengajukan PK, Joko Tjandra wajib melampirkan salinan KTP. Padahal, Djoko Tjandra diketahui telah menjadi warga negara Papua Nugini. 

"Setelah ditelusuri dia telah melampirkan salinan KTP  tertanggal 8 Juni 2020, artinya KTP tersebut baru dicetak pada tanggal 8 Juni 2020," ungkap Boyamin. 

Boyamin melanjutkan, data kependudukan Djoko Tjandra seharusnya sudah nonaktif sejak 31 Desember 2018 lantaran berada di luar negeri hingga Mei 2020 dan tidak melakukan rekam data KTP-el. Djoko Tjandra diduga merekam data dan mencetak KTP-el pada 8 Juni 2020.

"Rekam data dan cetak KTP-el dilakukan di kantor Dinas Dukcapil Jakarta Selatan dengan alamat Jl. Simprug Golf I Nomor 89, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama , Jakarta Selatan. Hal ini cocok dengan alamat pada Permohonan PK," ungkap Boyamin.

Padahal, kata Boyamin, Djoko Tjandra seharusnya tidak bisa mencetak KTP dengan identitas WNI dikarenakan telah menjadi Warga Negara lain Papua Nugini dalam bentuk memiliki Paspor Negara Papua Nugini. Selain itu, kata Boyamin ,terdapat perbedaan tahun lahir Joko Tjandra. Pada KTP terbaru Joko Tjandra, tertulis tahun lahir 1951, sementara dokumen lama pada putusan PK tahun 2009 tertulis tahun lahir 1950. 

"Kami akan mengadukannya Dinas Dukcapil Pemprov DKI Jakarta ke Ombudsman pada Selasa (7/7) besok. Bersamaan dengan aduan terhadap Dirjen Imigrasi atas lolosnya Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia," katanya.

Djoko Tjandra merupakan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak tagih (cassie) Bank Bali yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini.

Sebelumnya Djoko pada Agustus tahun 2020, didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.

Namun, Majelis hakim memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata. Djoko Tjandra mendaftarkan peninjauan kembali (PK) pada 8 Juni atas vonis dua tahun penjara yang harus dijalaninya.

Sidang ini merupakan yang kedua setelah pekan sebelumnya Djoko Tjandra tidak hadir. Pada sidang ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan kesempatan kepada kuasa hukum pemohon untuk menghadirkan Djoko Tjandra.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement