REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sejak dulu, Masjid Raya Ganting di Padang, Sumatra Barat, memang memiliki peran penting. Selain sebagai lokasi pengembangan pulau Sumatra, masjid ini juga berperan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan di Padang.
Sebelum Perang Padri, tepatnya pada 1918, para ulama Minangkabau menggelar pertemuan di Masjid Raya Ganting. Mereka membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk memurnikan ajaran Islam dari pemahaman mistik dan karafat.
Pada 1921, Abdul Karim Amrullah mendirikan Sekolah Thawalib di dalam pekarangan masjid sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat Padang saat itu.
Alumni sekolah ini kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi. Masjid ini juga dijadikan lokasi jambore nasional pertama gerakan kepanduan Muhammadiyah Hizbul Wathan, pada 1932.
Di masjid ini pula, para prajurit Gyugun dan Hei Ho dibina selama pendudukan Jepang di Sumatra Tengah. Pada masa penjajahan Jepang, masjid ini juga pernah disinggahi oleh Soekarno.
Pada 1942, Belanda berencana mengungsikan Soekarno yang semula ditahan di Bengkulu ke Kutacane, Aceh Tenggara. Tapi, baru sampai di Painan, tentara Jepang sudah lebih dahulu menduduki Bukittinggi. Maka, Belanda segera mengubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Soekarno di Painan.
Mengetahui keberadaan Soekarno di Painan, Hizbul Wathan yang saat itu bermarkas di Masjid Raya Ganting menjemput Soekarno untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan pedati. Beberapa hari kemudian, Soekarno yang telah tiba di Padang menginap sementara waktu di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting dan sempat berpidato di masjid ini.
Selain Soekarno, sejumlah petinggi negara juga tercatat pernah mengunjungi masjid ini, di antaranya Mohammad Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Achmad Syaichu, dan Abdul Haris Nasution.
Setelah tentara Sekutu mendarat di Sumatra, banyak tentara Inggris dari kesatuan tentara Muslim India membelot dan bergabung dengan tentara rakyat setempat. Mereka mengatur strategi penyerangan dari masjid ini, termasuk penyerangan ke salah satu tangsi militer Inggris dari kesatuan Gurkha. Ketika seorang prajurit Muslim itu tewas dalam perkelahian di markas militer yang hanya berjarak 200 meter dari masjid, jenazahnya disemayamkan di Masjid Raya Ganting.