Senin 06 Jul 2020 22:54 WIB

Mendag: Peluang Ekspor Produk Kaca ke Filipina Kian Terbuka

Indonesia terbebas dari pengenaan BMTP Filipina untuk produk kaca

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, Indonesia kini terbebas dari pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) oleh Filipina untuk produk kaca atau clear and tinted float glass.
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, Indonesia kini terbebas dari pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) oleh Filipina untuk produk kaca atau clear and tinted float glass.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, Indonesia kini terbebas dari pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) oleh Filipina untuk produk kaca atau clear and tinted float glass. Kemenangan Indonesia atas tindakan safeguard ini diyakini akan semakin membuka peluang ekspor produk tersebut ke Filipina. 

Produk kaca yang terbebas dari pengenaan BMTP tersebut ada dalam kelompok pos tarif/HS code 7005.29.90 (clear float glass), 7005.21.90 (tinted float glass), dan 7005.10.90 (reflective float glass). Komisi Tarif Filipina memutuskan menghentikan penyelidikan safeguard atas produk clear and tinted float glass tanpa pengenaan bea masuk kepada semua negara, termasuk Indonesia. 

Keputusan tersebut dikeluarkan secara resmi pada 30 Juni 2020, setelah sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Sebelumnya, Indonesia juga dibebaskan dari tuduhan safeguard produk semen dan keramik.“Kabar gembira ini diyakini mampu mengembalikan gairah industri kaca Indonesia di pasar ekspor Filipina setelah terancam dikenakan BMTP. Peluang ekspor produk tersebut ke Filipina kembali terbuka lebar,” ujar Agus melalui keterangan resmi pada Senin (6/7).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor produk kaca Indonesia ke Filipina yang diselidiki sebesar 635 ribu dolar AS pada 2019. Nilai tersebut meningkat dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar 405 ribu dolar AS.

Akibat penyelidikan safeguard itu, kinerja ekspor produk kaca dimaksud cukup terpengaruh pada 2020. Selama periode Januari sampai April 2020, Indonesia hanya membukukan nilai ekspor sebesar 270,4 ribu dolar AS. Bahkan produk tinted float glass dan reflective float glass mengalami penurunan rata-rata hingga 79 persen dari periode sama tahun sebelumnya. 

Dengan kualitas yang sangat bersaing, produk kaca asal Indonesia dianggap berpotensi mengganggu kinerja industri kaca Filipina. “Namun, keputusan pembebasan BMTP akhirnya diambil karena otoritas Filipina tidak dapat membuktikan impor produk kaca menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian terhadap industri serupa di dalam negeri mereka," ujar Agus. 

Penyelidikan kasus tersebut dilakukan Departemen Perdagangan dan Industri serta Komisi Tarif Filipina sejak Februari 2019. Hal itu sesuai WTO Agreement on Safeguards yang mengatur, setiap negara anggota diperbolehkan menerapkan bea masuk tambahan terhadap produk impor apabila ditemukan lonjakan impor yang menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian bagi 

industri serupa di dalam negeri.

 

Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina menjelaskan, secara garis besar apabila suatu negara ingin menerapkan BMTP. Maka pihak otoritas harus memperoleh bukti adanya lonjakan impor, adanya kerugian atau ancaman kerugian, serta hubungan sebab akibat di antara keduanya.

 

“Dalam kasus produk kaca asal Indonesia ini, tidak semua komponen-komponen tersebut 

ditemukan dalam penyelidikan,” ujar Srie. Sebelumnya pada 22 Oktober 2019, Otoritas Filipina menerapkan pungutan BMTP Sementara (BMTPS) sebesar P2,835 per MT untuk produk kaca asal Indonesia. 

 

Namun, penerapan BMTPS tersebut telah berakhir pada Mei lalu. Penerapan BMTPS bertujuan agar industri domestik Filipina berkesempatan melakukan penyesuaian struktural industrinya. 

 

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati menyampaikan, sejak awalPemerintah Indonesia telah menyatakan komitmen mengambil langkah proaktif dalam 

menyikapi penyelidikan ini. Meski begitu, Pemerintah Indonesia terus berusaha memastikan agar upaya yang dilakukan tetap berada dalam koridor aturan WTO. 

 

Pradnyawati menjelaskan, selama proses penyelidikan berlangsung, pemerintah telah melalui berbagai tahapan. Mulai dari mendaftarkan diri sebagai pihak berkepentingan, melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha, asosiasi, serta kementerian/lembaga lain, mengirimkan sanggahan tertulis, hingga menyampaikan pernyataan lisan pada pelaksanaan dengar pendapat yang diselenggarakan otoritas, serta menggalang kerja sama dengan importir di Manila.

"Kita patut bangga dengan keberhasilan upaya pembelaan bersama yang dilakukan Indonesia dalam penyelidikan ini. Namun, kita harus tetap waspada karena belakangan Filipina cukup aktif menggunakan instrumen pengamanan perdagangan, di antaranya dengan mengenakan special agricultural safeguard (SSG) terhadap produk kopi instan,”ujar dia. 

Sebagai informasi, total perdagangan Indonesia dan Filipina pada periode Januari sampai April 2020 telah mencapai 2,07 miliar dolar AS. Angka itu menurun 15,24 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,44 miliar dolar AS. 

Sementara, total perdagangan Indonesia dan Filipina pada 2019 tercatat sebesar 7,78 miliar dolar AS. Nilai tersebut menurun tipis dibandingkan total perdagangan pada 2018, yang sebesar 7,79 miliar dolar AS. Komoditas ekspor utama Indonesia ke Filipina pada 2019 yakni kendaraan bermotor, batu bara, kopi instan, dan minyak kelapa sawit. Sebaliknya, impor Indonesia dari Filipina didominasi komponen elektronik, tembaga, polipropilene, dan sekering listrik. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement