REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) meminta motor yang saat ini sudah dipergunakan sebagai ojek daring atau online (ojol) dan konvensional dapat menjadi transportasi umum. Saat ini DPR tengah menggodok revisi Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
"Kami ingin ada perubahan dalam UU Nomor 22 dimana sebelumnya sepeda motor bukan angkutan umum," kata Ketua Umum PPTJDI Igun Wicaksono dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi V DPR, kemarin.
Igun mengatakan PPTJDI sudah membuat sejumlah usulan agar ada perubahan dalam UU tersebut. Dengan begitu mereka berharap sepeda motor menjadi bagian dari angkutan umum.
Perwakilan Bidang Hukum PPTJDI Daniel Minggu mengatakan perubahan tersebut diperlukan karena selama beroperasi, ojek daring yang selama ini digunakan untuk angkutan orang dan barang belum berbadan hukum. Padahal, kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk angkutan barang dan orang dipungut bayaran atau tarif.
"Ojek daring hanya menggunakan izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, jadi bukan perusahaan badan hukum umum berbayar seperti angkutan umum pelat kuning," ungkap Daniel.
Untuk itu, Daniel megusulkan adanya revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 agar mengatur sepeda motor dapat berbadan hukum. Dia menambahkan, kendaraan bermotor roda dua juga dapat digolongkan menjadi transportasi umum yang dipungut bayaran.
"Selama ini kan kendaraan roda dua (dalam aturannya) tidak berbayar dan pelat hitam jadi angkutan sewa khusus umum. Jika ada perubahan maka ojek daring memiliki kekuatan hukum secara legal," kata Daniel.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR Hamka B Kadi memastikan terdapat sejumlah alasan mengapa UU Nomor 22 Tahun 2009 perlu direvisi yang membuat sejumlah tujuan tidak tercapai. "Kalau dalam pasal 3 itu jelas, ada tiga tujuannya termasuk keselamatan. Dari ketiga itu belum tercapai makanya direvisi," kata Hamka.
Selain itu, Hamka menuturkan terdapat sejumlah perkembangan dalam aktivitas transportasi khususnya yang berbasis daring seperti ojek online (ojol). Hamka mengatakan hal tersebut merupakan fakta yang terjadi saat ini sehingga sangat mendesak UU Nomor 22 Tahun 2009 perlu direvisi.