Selasa 07 Jul 2020 15:50 WIB

Ratusan Penulis Akademisi: Israel Berdiri di Tanah Curian

Ratusan penulis, akademisi, hingga seniman Australia tolak pencaplokan Tepi Barat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Pandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat.
Foto: AP / Oded Balilty
Pandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Ratusan penulis, akademisi, seniman, dan pelaku industri kreatif Australia telah menandatangani surat terbuka yang menyatakan menentang rencana pencaplokan Tepi Barat. Dalam surat itu, mereka turut mengecam Pemerintah Australia karena dianggap memberi jalan kepada Israel untuk melakukan hal tersebut.

Surat itu telah ditandatangani 769 orang, antara lain oleh komedian Aamer Rahman, penyair Omar Sakr, aktivis Khadija Gbla, artis hiphop L-Fresh The Lion, pembuat film Partho Sen-Gupta, penulis Randa Abdel-Fattah dan Elias Jahshan.“Rencana pencaplokan Israel akan memperkuat realitas apartheid yang saat ini ada,” demikian salah satu kalimat yang tercantum dalam surat terbuka itu, dikutip laman Al Araby, Senin (6/7).

Baca Juga

Mereka menyatakan bahwa Israel didirikan di 'tanah curian'. Hal itu menyebabkan tanah warga Palestina dirampas, penduduknya dipindahkan secara paksa, diperlakukan diskriminatif, dan acap kali menjadi sasaran penggunaan kekuatan berlebihan oleh pasukan keamanan Israel.

“Dari Minneapolis ke Yerusalem ke tanah Gadigal (penduduk asli Australia), semua lokasi kekerasan yang disahkan negara baru-baru ini, kami menegaskan solidaritas yang sedang berlangsung dan bersejarah antara berbagai gerakan melawan kekerasan negara yang dilembagakan, penindasan sistemik, dan kebrutalan,” kata mereka.

Dalam surat terbuka itu, mereka pun mengecam Pemerintah Australia karena menentang resolusi yang memungkinkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengutuk rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat oleh Israel. “Keterlibatannya (Australia) memungkinkan negara Israel untuk menekan aspirasi rakyat Palestina menentukan nasib sendiri,” ujar mereka.

Pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat rencananya dilakukan pada Rabu (1/7) lalu. Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan menunda pelaksanaannya. Kendati menunda, Netanyahu menyebut tetap melanjutkan pembicaraan aneksasi dengan mitranya Amerika Serikat (AS).

Rencana pencaplokan telah menyebabkan pemerintahan Netanyahu menghadapi keretakan. Ketua Blue and White Party Benny Gantz yang menjabat sebagai menteri pertahanan Israel menghendaki agar keputusan politik yang dibuat saat ini diprioritaskan untuk penanganan pandemi Covid-19 beserta efek sosial-ekonominya.

Meski saat ini menjabat sebagai menteri pertahanan, Gantz nantinya akan menggantikan Netanyahu sebagai perdana menteri. Kedua tokoh itu membentuk pemerintahan koalisi dengan kesepakatan pembagian masa jabatan perdana menteri.

Rencana pencaplokan Tepi Barat telah dikritik komunitas internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa. Hal itu dianggap melanggar hukum internasional dan membahayakan prospek perdamaian serta solusi dua negara Israel-Palestina.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement