REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berkomitmen untuk meningkatkan uji Covid-19. Pasar dan stasiun menjadi salah satu target utama untuk dilakukan uji Covid-19.
Wakil Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim menjelaskan, khusus untuk pasar telah menggelar sekitar 2.500 rapid test yang ditujukan kepada pedagang dan pengunjung. Hasilnya, hanya ditemukan satu pedagang yang positif Covid-19.
"Tidak ada kasus, bahkan waktu itu hanya satu. Tentu dengan adanya segala upaya yang dilakukan Perusahaan Umum Daerah Pasar Pakuan Jaya (Perumda PPJ) patut diapresiasi," kata Dedie di Kota Bogor, Selasa (7/7).
Penemuan satu kasus terjadi pada 11 Mei 2020. Saat itu bersama Badan Inteligen Negara (BIN), Pemkot Bogor menggelar rapid test kepada sekitar 502 pedagang dan pengunjung.
Dari test itu ditemukan tiga orang reaktif yang akhirnya setelah menjalani swab test ditemukan satu pedagang positif Covid-19 di Lantai I, Pasar Bogor. Kasus tersebut juga bukan berasal dari Kota Bogor melainkan Kabupaten Bogor.
Kecilnya angka kasus positif Covid-19 di pasar tradisional, menurut Dedie, menjadi salah satu bukti bawah pasar tradisional di Kota Bogor cukup aman. Karena itu, untuk memberikan apresiasi kepada penjual, selayaknya masyarakat berbelanja ke pasar.
Lebih lanjut, Dedie menjelaskan, udara di pasar lebih terbuka lantaran ruangannya tidak tertutup. Sirkulasi udaranya lebih baik ketimbang di ruangan yang menggunakan air conditioner (AC).
"Tidak ber-AC, tidak juga dalam ruangan, terpapar matahari dan sirkulasi udara lebih baik, jadi lebih aman di sini dari pada di ruang tertutup," ujarnya.
Selain itu, Dedie mengapresiasi penerapan protokol kesehatan, di antaranya menyediakan pengukur suhu, cuci tangan, dan mengupayakan transaksi nontunai yang diberlakukan di pasar tradisional yang berada di bawah manajemen Perumda PPJ. Terlebih, Pasar Sukasari meraih juara pertama sektor pasar tradisional pada ajang Tatanan Normal Baru tahun 2020 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Juni 2020.
"Kita juga sangat mengapresiasi kesadaran pedagang di pasar yang ikut menerapkan protokol kesehatan dan menegur pengunjung yang tidak taat aturan kesehatan. Karena selama ini tidak ada kluster pasar yang terjadi di pasar tradisional kita," ucapnya.
Ke depan, Dedie meminta, Perumda PPJ dan para pedagang, termasuk pembeli tetap disiplin dalam menegakkan protokol kesehatan. Sehingga klaster pasar yang dikawatirkan selama tak akan pernah terjadi.
"Kami meminta kepada Perumda PPJ dan para pedagang, untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan dan menjaga trend positif pasar selama ini," jelas Dedie.
Direktur Utama Perumda PPJ Kota Bogor Muzakir menyatakan, sejak adanya kasus positif di Pasar Bogor, pihaknya langsung memperketat protokol kesehatan. Muzakir menyatakan, telah mengambil tindakan pencegahan dengan menutup lantai 1 Pasar Bogor usai dinyatakan adanya pedagang yang dinyatakan positif Covid-19.
Muzakir menegaskan terus melakukan sosialisasi dan edukasi untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. Pihaknya juga mengajak pedagang pasar saling mengingatkan satu sama lain untuk tetap mengikuti protokol kesehatan.
"Kita tetap imbauan pedagang dan pengunjung untuk tetap mentaati protokol kesehatan," kata Muzakir.
Saat ini, Muzakir menjelaskan, terdapat 8.000 pedagang pasar dari 12 pasar yang dikelola PPJ. Nantinya, Muzakir menegaskan, akan mewajibkan pedagang pasar tradisional untuk menggunakan face shield saat berjualan.
"Kita masih kekurangan 4.500 face shield. Dalam waktu dua minggu ini kita akan suplai semua face shield kepada para pedagang," jelas dia.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor Sri Nowo Retno menjelaskan, ruangan tertutup menang lebih berisiko ketimbang ruang terbuka. Apalagi, lanjut Retno, ruangan tersebut menggunakan AC.
"Itu (ruangan tertutup) malah justru risiko penularan lebih tinggi dari pada kegiatan yang outdoor yang kena matahari," jelas Retno.
Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan untuk menghindari aktivitas di ruang tertutup dan ber-AC. Karena itu, dia menyebut, pasar lebih rendah risikonya ketimbang mal.
"Kalau di ruangan ber-AC ventilasi, airflow-nya tidak bagus. Jadi risiko penularan lebih tinggi kalau di mal ya. Kalau pasar kan risikonya lebih rendah jadi mending panas-panasan ya," ucap Retno.