REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Royal Commission Selandia Baru mengungkapkan telah mewawancarai pelaku insiden Christchurch yang membunuh 51 orang di Masjid Al Noor dan Linwood. Sebagian kelompok Muslim meminta wawancara itu diungkap ke publik sebagai laporan akhir.
Pelaku insiden Christchurch diduga sempat memberi pesan ancaman pada masjid sebelum penembakan. Sayangnya, ancaman ini diduga tak ditanggapi serius kepolisian.
Dewan Muslimah Selandia Baru (IWCNZ) menyampaikan pernah melaporkan ancaman seseorang ke polisi pada Februari 2019. Ancamannya berupa ingin membakar Alquran di luar Masjid Hamilton pada 15 Maret.
IWCNZ menelusuri posisi si pria pengancam berada di Christchurch saat itu. Tapi polisi setempat membantah klaim itu. IWCNZ meyakini insiden Christchurch harusnya bisa dicegah jika polisi menindaklanjuti laporan ancaman pada masjid dan kelompok Muslim.
"Kemungkinan terbaiknya mungkin (polisi) tidur saat kerja atau kemungkinan terburuknya memang sengaja menghiraukan laporan kami," kata kepala hubungan pemerintah IWCNZ, Aliya Danzeisen dilansir dari Stuff, Selasa (7/7).
IWCNZ meminta secara resmi pada Royal Commission Selandia Baru agar wawancara pelaku insiden Christchurch terungkap ke publik. Sayangnya, polisi tak mau berkomentar soal itu.
"Jika hal ini bisa terjadi di negara paling terbuka dan transparan di dunia, maka semua komunitas dalam kondisi terancam," ujar Danzeisen.
Danzeisen meyakini insiden Christchurch mestinya bisa dicegah jika polisi bekerja maksimal. Ia kecewa dengan sikap apatis polisi terhadap ancaman ke komunitas Muslim.
"Kami juga memperingati bahaya media sosial yang sudah di luar kendali," ujar Danzeisen.