Selasa 07 Jul 2020 18:04 WIB

BMKG: Rentetan Gempa Selasa Patut Diwaspadai

Menurut BMKG, rentetan gempa Selasa bisa saja pertanda akan terjadi gempa besar.

Red: Reiny Dwinanda
Gempa. Ilustrasi. Rentetan aktivitas gempa pada Selasa (7/7) perlu diwaspadai karena bisa menjadi gempa pendahulu menjelang munculnya gempa besar.
Foto: Reuters
Gempa. Ilustrasi. Rentetan aktivitas gempa pada Selasa (7/7) perlu diwaspadai karena bisa menjadi gempa pendahulu menjelang munculnya gempa besar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, peristiwa rentetan gempa bumi yang terjadi sepanjang Selasa (7/7) dengan magnitudo di atas 5,0 patut diwaspadai. Ia menyebut, bisa saja itu pertanda akan terjadi gempa besar.

"Hal ini sulit diprediksi, tetapi dengan adanya rentetan aktivitas gempa ini tentu patut kita harus waspadai," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Daryono menjelaskan, dalam ilmu gempa atau seismologi, khususnya pada teori tipe gempa, ada tipe gempa besar yang kejadiannya diawali gempa pendahuluan atau gempa pembuka. Setiap gempa besar hampir dipastikan didahului rentetan aktivitas gempa pembuka, tetapi rentetan gempa yang terjadi di suatu wilayah juga belum tentu berakhir dengan munculnya gempa besar.

"Inilah karakteristik ilmu gempa yang memiliki ketidakpastian (uncertainty) tinggi yang penting juga untuk kita pahami," jelas dia.

Lebih lanjut, Daryono mengungkapkan, sebenarnya apa yang terjadi di beberapa wilayah gempa tersebut adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing. Tiap sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stress maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri sendiri.

"Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks. Kita memang memiliki banyak sumber gempa sehingga jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktunya yang relatif berdekatan maka itu hanya kebetulan saja," katanya.

Selain itu, kata dia, gempa Banten selatan dan di selatan Garut bersumber dari sumber gempa yang berbeda. Gempa Banten selatan terjadi akibat adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Benioff di kedalaman 87 kilometer, sementara Gempa di selatan Garut dipicu oleh adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust.

Daryono mengatakan, gempa yang terjadi secara beruntun pada Selasa (7/7) 2020 tidak memiliki kaitan dengan gempa yang terjadi sebelumnya, termasuk gempa Laut Jawa di utara Jepara berkekuatan M6,1 yang terjadi pagi dinihari pukul pukul 05.54.44 WIB. Gempa itu juga tidak terkait dengan gempa di selatan Banten M5,1 pukul 11.44.14 WIB, gempa di selatan Garut M 5,0 pukul 12.17.51 WIB, dan gempa di selatan Selat Sunda M 5,2 pada 13.16.22 WIB,

"Semua berada pada sumber gempa yang berbeda, kedalaman yang berbeda, dan juga berbeda mekanismenya," ungkap Daryono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement