Selasa 07 Jul 2020 18:10 WIB

Cara Indonesia Bisa Keluar dari Negara Pendapatan Menengah

Indonesia bisa menjadi negara berpendapatan tinggi tahun 2043.

Indonesia ingin keluar dari posisinya sebagai negara berpendapatan menengah. ilustrasi
Foto: Piqsels
Indonesia ingin keluar dari posisinya sebagai negara berpendapatan menengah. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung memaparkan upaya agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, menuju negara berpendapatan tinggi tahun 2043. Hal tersebut ia sampaikan pada uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI DPR, Selasa (7/7).

“Apabila perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar lima persen per tahun maka Indonesia akan masuk dalam middle income trap,” kata Asisten Gubernur BI ini dalam pemaparan uji kepatutan dan kelayakan di Kompleks Parlemen di Jakarta.

Baca Juga

Menurut dia, ada tiga penguatan yang perlu dilakukan yakni peningkatan produktivitas perekonomian, peningkatan investasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Ketiga area kebijakan itu, lanjut dia, dilakukan melalui dukungan keseimbangan internal dan eksternal dengan menjaga inflasi, defisit transaksi berjalan dan lainnya.

Ia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tahun 2024 berpotensi meningkat kisaran 5,5 - 6,1 persen. Risiko terjebak dalam negara berpendapatan menengah merupakan salah satu tantangan struktural yang dipaparkan dalam uji kepatutan dan kelayakan kepada wakil rakyat di DPR RI.

Tantangan lainnya, sektor keuangan yang masih dangkal, kesiapan transformasi digital, mendorong kebijakan ekonomi dan keuangan yang inklusif dan era baru ekonomi ke arah ekonomi hijau dan digital.

Dalam kesempatan itu, ia juga memaparkan penyelamatan serta pemulihan ekonomi dan keuangan melalui efektivitas kebijakan yang menentukan arah pemulihan ekonomi mendatang. Kemudian, koordinasi kebijakan dalam pemulihan ekonomi bersama pemerintah, OJK, dan LPS.

“Pemulihan ekonomi dilakukan melalui sebuah tahapan sesuai dengan prioritas yang dihadapi,” kata Juda Agung yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia.

Adapun tahapan pemulihan ekonomi, lanjut dia, fokus pada manajemen krisis, restrukturisasi, dan relaksasi kebijakan tahun 2020. Kemudian tahun 2021, akselerasi pemulihan ekonomi, reaktivitas ekonomi, mendorong permintaan dan penyiapan ekonomi digital dengan proyeksi petumbuhan ekonomi mencapai 6,71 persen.

Selanjutnya tahun 2022-2023, kata dia, fase normalisasi kebijakan dan penguatan struktural menuju kondisi ekonomi baru dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 5,35 persen dan 5,42 persen.

Pemulihan ekonomi merupakan satu dari enam visi yang ia paparkan yakni mencegah peningkatan risiko stabilitas sistem keuangan dan penguatan koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Selain itu, mendorong ekonomi inklusif, menavigasi pertumbuhan ekonomi digital, pendalaman pasar keuangan dan mendorong pembiayaan hijau serta memperkuat kerangka kebijakan makroprudensial.

Juda Agung mendapat kesempatan pertama dalam uji kepatutan dan kelayakan untuk mengisi Deputi Gubernur BI disusul kemudian Aida S Budiman dan Doni P Joewono di Komisi XI DPR, 7-8 Juli 2020.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement