REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Survei LSI Denny JA menyebutkan kecemasan publik atas kondisi ekonomi berada di zona merah. Hampir 74,8 persen publik menyatakan kondisi ekonomi mereka lebih buruk dibanding saat sebelum Indonesia kena pandemi Covid-19.
Survei ini dilakukan LSI Denny JA pada 8-15 Juni 2020, dengan 8 ribu responden, yang tersebar di 8 provinsi besar di Indonesia. Margin of error (Moe) survei ini adalah sebesar +/- 2.05 persen.
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa menjelaskan, sebanyak 74,8 persen respon menyatakan kondisi ekonomi lebih buruk dan bahkan jauh lebih buruk dibanding masa sebelum covid-19. "Responden yang menyataan tidak berubah (22,4%), kondisi ekonomi mereka lebih baik di bawah 2,2%,” kata Ardian, dalam rilis resmi LSI Denny JA, Selasa (7/7).
Mereka yang menyatakan kondisi ekonomi buruk, menurut LSI Denny JA, merata di hampir semua segmen. Baik mereka yang kelas ekonomi atas maupun wong cilik, berpendidikan tinggi maupun rendah, tua maupun muda, dan semua konstituen partai politik.
Dalam survei ini, LSI Denny JA juga menemukan tingginya kekhawatiran publik akan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (84,2%). Hanya 15.1% yang menyatakan tidak khawatir.
Di segmen wong cilik, sebanyak 89.6% menyatakan khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Hanya sebesar 9.8% yang menyatakan tidak khawatir.
Kekhawatiran terhadap kebutuhan yang paling pokok yaitu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga dirasakan oleh mereka yang dikategorikan kelas ekonomi menengah atas. Sebanyak 67.7% publik menyatakan bahwa mereka khawatir tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dan sebesar 31.5% yang menyatakan tidak khawatir.
Dari temuan-temuan ini, menurut LSI Denny JA, pemerintah harus merespon dengan kebijakan yang tepat. Dengan mayoritas menyatakan ekonomi memburuk dan kekhawatiran tak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka persepsi tersebut mampu menghasilkan implikasi politik yang serius.