REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Tiktok memutuskan keluar dari pasar Hong Kong. Langkah ini keluar menyusul keputusan sejumlah perusahaan teknologi lainnya seperti Facebook, Google, dan Twitter yang menangguhkan pemrosesan permintaan pemerintah untuk data pengguna di wilayah tersebut.
“Sehubungan dengan peristiwa yang terjadi baru-baru ini, kami memutuskan menghentikan operasi aplikasi Tiktok di Hong Kong,” ujar seorang juru bicara Tiktok pada Senin (6/7) malam.
Keputusan Tiktok datang tepat setelah Pemerintah China menetapkan undang-undang keamanan nasional terbaru untuk kota semi-otonom negara itu, setelah diloloskan oleh parlemen pada pekan lalu. Aturan dalam undang-undang ini disebut membuat perubahan paling radikal terhadap Hong Kong, sejak kota dikembalikan dari pendudukan Inggris pada 23 tahun lalu.
Meski keputusan Tiktok dapat dipandang sebagai bentuk dukungan kepada demokrasi Hong Kong, aplikasi itu juga sering mendapat kecaman karena sensor yang dibuat kepada para pengguna. Banyak orang menuduh langkah-langkah yang dilakukan platform video pendek itu seringkali selaras dengan prioritas Pemerintah China.
Dilaporkan sensor di aplikasi Tiktok sering menargetkan video yang berkaitan dennen protes pro-demokrasi di Hong Kong, serta tindakan keras terhadap warga etnis Uighur di Xinjiang, hingga sengketa di perbatasan India dan Cina. Tahun lalu, seorang juru bicara ByteDance mengatakan Tiktok tidak menghapus video protes Hong Kong karena alasan politik, dengan mengatakan mereka mungkin telah diturunkan karena melanggar pedoman seputar konten kekerasan, gambar, mengejutkan atau sensasional.
Saat ini, Tiktok beroperasi di baya kepemimpinan Kevin Mayer, seorang mantan eksekutif Walt Disney Co. Ia pernah mengatakan data pengguna aplikasi tersebut tidak disimpan di China.
Tiktok mengatakan sebelumnya tidak akan mematuhi permintaan yang dibuat oleh pemerintah China untuk menyensor konten atau untuk akses ke data pengguna Tiktok. Selain itu, perusahaan platform ini juga tidak pernah diminta untuk melakukannya.
Sementara, seorang sumber mengatakan salah satu alasan penarikan aplikasi adalah karena Hong Kong adalah pasar kecil bagi perusahaan itu. Pada Agustus tahun lalu, Tiktok pernah melaporkan telah menarik 150 ribu pengguna di kota administratif China tersebut.
Sumber tersebut mengatakan langkah Tiktok kali ini dilakukan karena belum jelas apakah Hong Kong saat ini akan sepenuhnya berada di bawah yurisdiksi Beijing, menyusul undang-undang baru yang diberlakukan. Selama ini, aplikasi telah dirancang agar tidak dapat diakses oleh wilayah daratan China, yang dikatakan sebagai bagian untuk menarik banyak orang di seluruh dunia.
Di daratan China, aplikasi sejenis Tiktok disebut sebagai Douyin. Juru bicara ByteDance mengatakan belum ada rencana untuk memperkenalkan Douyin ke pasar Hong Kong.
Meskipun Douyin tidak tersedia di toko aplikasi luar negeri, sumber lainnya mengatakan aplikasi ini telah mengumpulkan lebih banyak pengguna, dibandingkan Tiktok di Hong Kong. Pengguna di China Daratan dapat mengunduh aplikasi saat berada di daratan atau dengan berpindah akun.
"Douyin memiliki banyak pengguna di Hong Kong dan akan terus melayani pengguna di sana," kata CEO Byte Dance Cina, Zhang Nan dalam sebuah pernyataan.
Secara global, Tiktok telah diunduh lebih dari dua miliar kali melalui toko aplikasi Apple dan Google setelah kuartal pertama tahun ini, menurut perusahaan analisis Sensor Tower. Hanya dalam beberapa tahun terakhir, Tiktok menjadi tujuan pilihan bagi sebagian besar anak-anak muda, hingga India. Sementara, Douyin dan layanan lainnya seperti Toutiao telah berkembang menjadi tempat utama bagi lebih dari 1,5 miliar orang di China dan sekitarnya.