REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Aparat TNI dan Polri yang bertugas di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) akan bersiaga di setiap rumah sakit pemerintah. Tujuannya untuk mencegah terulangnya kembali aksi penjemputan paksa jenazah positif Covid-19 oleh warga.
"Iya itu (pengerahan personel) di rumah sakit-rumah sakit besar akan kita siagakan," kata Kapolda NTB Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal di Mataram, Selasa (7/7).
Begitu juga pernyataan Danrem 162/Wira Bhakti Brigjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani yang menerangkan hal serupa. Sebagai upaya mendukung percepatan penanganan pandemi Covid-19, Rizal menyiagakan pasukannya untuk membantu Polda NTB menjaga rumah sakit.
"Kita akan ambil dari Batalyon (Infanteri 742/Satya Wira Yudha)," kata Rizal.
Pada Senin (6/7) malam, terjadi kericuhan di halaman parkir RSUD Kota Mataram. Kericuhan itu terkait penjemputan paksa jenazah perempuan asal Desa Mekarsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berinisial M (47).
Peristiwa tersebut merupakan reaksi dari pernyataan pihak rumah sakit yang mengumumkan pasien berinisial M meninggal dunia pada Senin (6/7) sore, sekitar pukul 16.00 Wita, akibat positif Covid-19. Pernyataan itu sesuai dengan hasil tes PCR yang dirilis pemerintah dua jam setelah kabar meninggalnya.
Pihak keluarga yang tidak terima dengan hasil tes tersebut kemudian melakukan penjemputan paksa. Karena jumlah massa yang tak terbendung oleh aparat, akhirnya jenazah M berhasil dibawa pulang dengan menggunakan taksi menuju kediamannya di wilayah Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Namun berkat kesigapan aparat kepolisian, akhirnya pihak keluarga sepakat memakamkan jenazah M pada Selasa siang (7/7), dengan prosedur penanganan Covid-19. Bahkan, para pihak yang ikut menjemput dan mengurus kepulangan jenazahnya, setuju untuk melakukan tes cepat. Agar memudahkan proses pelacakan, kepolisian menggandeng pihak rumah sakit.