REPUBLIKA.CO.ID, Kekerasan, pengkhianatan dan adu domba, seolah lekat dengan citra kaum Yahudi sejak zaman dahulu kala. Di manapun berada, prahara dan kekacauan, utamanya yang ditujukan kepada umat Muslim, menjadi hal yang harus senantiasa diwaspadai agar mereka tidak mudah mengembangkan hegemoninya.
''Yahudi selalu membuat ulah. Mereka sangat global, di tempat mereka hidup, selalu saja membuat kekacauan'', kata mantan menteri Agama Indonesia, Quraish Shihab, di kediamannya.
Sejatinya, kaum Yahudi sudah ada sebelum permulaan sejarah Islam terjadi. Awalnya, Yahudi bukanlah suatu agama seperti yang dikenal saat ini, melainkan sebuah garis keturunan dari Nabi Yakub AS, yakni Yahudza atau Yahuda. Hanya saja, nama itu kemudian dikembangkan menjadi suatu agama dan membentuk negara Yahudi, Israel.
Menurut peneliti Institut for The Study Islamic Thought and Civilization (Insist), Asep Sobari, orang Yahudi telah memasuki beberapa wilayah Hijaz sebelum Islam masuk ke kawasan tersebut. Wilayah Hijaz meliputi Makkah, Madinah, Thaif, Khaibar, Fadak, Taima dan sekitarnya.
Terdorong kondisi politik yang carut marut di Palestina sejak penyerangan Babilonia hingga Romawi, membuat mereka mengembara. ''Bukan hanya mencari perlindungan, mereka bahkan ingin membuat pemukiman baru di pelbagai daerah, terutama yang memiliki hubungan langsung dengan Palestina, seperti Hijaz,'' ujar Asep Sobari disela-sela seminar sehari tentang Yahudi di Insist, Jakarta, Sabtu (10/1).
Suburnya tanah di Hijaz, semisal seperti Yatsrib (Madinah), Khaibar, Taima, Wadi al-Qura dan Fadak, menjadi alasan utama berbondong-bondong orang Yahudi datang. Mereka pun terdorong menjadikannya sebagai alternatif permukiman baru.Barulah setelah Islam masuk Madinah, kaum Yahudi mulai merasa terancam. Padahal jauh sebelum itu, mereka telah mengetahui akan datang seorang nabi terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW, yang membawa agama Islam.
''Dalam surat Al-Maidah ayat 82, dijelaskan bahwa Yahudi telah membunuhi Nabi-Nabi Allah, termasuk rencana membunuh Rasulullah berkali-kali, namun selalu digagalkan oleh Allah SWT,'' ujar peneliti Insist, Henri Shalahuddin.Beruntung, Rasulullah SAW telah mengetahui kabar tentang masyarakat Yahudi, bahkan Rasulullah SAW telah menguasai seluk beluk mereka. Oleh Rasul, masalah itu dianggap sebagai konsekuensi penyebaran dakwah.
Akhirnya dakwah Rasul pun disampaikan pula ke masyarakat Yahudi. Akan tetapi, bagi Yahudi, hijrahnya kaum Muslim ke Makkah, Madinah dan sekitarnya, merupakan sebuah ancaman sekaligus pesaing baru Yahudi dalam politik dan bisnis.
Berdasarkan riwayat Bukhari dan Ibn Ishaq, tak lama setelah Islam masuk ke Madinah, Abdullah bin Salam, seorang ulama Yahudi Bani Qainuqa`, memutuskan memeluk Islam. Peristiwa ini makin memacu Rasulullah lebih gencar mendakwahkan Islam kepada warga Yahudi.
Meski begitu, kepada masyarakat Yahudi yang memilih tetap berpegang pada keyakinannya, tidak lantas diintimidasi. Sebagai penguasa baru di Madinah, setelah dua klan Arab yang mendominasi kaum Aus dan Khazraj sepakat beliau sebagai pemimpin mereka, Rasul memutuskan membuat Piagam Madinah untuk mengatur kehidupan masyarakat yang majemuk.
Piagam tetap berdasarkan kaedah dan prinsip Islam. Inti perjanjian adalah kebebasan agama bagi kaum Mukmin maupun Yahudi, dibarengi sikap saling rukun dan tolong menolong.
''Ini membuktikan, ajaran Islam dapat mengatur kepentingan bersama masyarakat Muslim dan non Muslim, tanpa harus menghilangkan karakter khas masing-masing, terutama agama,'' kata Asep Sobari.
Namun, setelah piagam dibuat, masyarakat Yahudi berkhianat. Mereka mengadu domba pemuda Aus dan Khazraj dengan mengingatkan mereka pada peristiwa kelam di masa lalu, yakni perang Bu`ats yang menelan korban tokoh-tokoh besar Aus dan Khazraj.Kedua kelompok Anshar tersebut nyaris saja baku hantam. Akan tetapi, saling bentrok itu dapat dicegah Rasulullah SAW yang segera datang dan melerai mereka, seperti diriwayatkan oleh Ibn Hisyam.
Artikel ini tayang di Harian Republika, Senin, 12 Januari 2009