REPUBLIKA.CO.ID, Pelancong itu bernama Sal Lavallo. Ia telah mengunjungi berbagai negara. Bahkan, mengu tip laman Wikipedia, lelaki itu didaulat sebagai salah seorang paling muda yang pernah mengunjungi seluruh negara di dunia.
Banyak pengalaman dibagikan sosok kelahiran Indiana, Amerika Serikat (AS), itu melalui akun vlog pribadinya di media sosial YouTube. Dalam beberapa video yang diunggahnya, tampak sisi religius dirinya. Salah satu video cukup istimewa karena menampilkan kisanya sejak awal memeluk Islam.
"Aku akan menceritakan kisah bagaimana hingga akhirnya memilih Islam. Yang perlu digarisbawahi, aku menjadi Muslim bukan karena terpengaruh budaya atau seorang gadis, misalnya. Juga bukan karena alasan politis," ujar Lavallo dalam unggahannya di Youtube, yang di akses Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Pertama-tama, ia menuturkan latar belakang dirinya. Lavallo lahir di sebuah kota kecil di Indiana, AS. Ia tinggal di sana hingga usia 16 tahun. Keluarganya merupakan penganut Katolik yang taat.
"Setiap Ahad, kami biasanya pergi ke gereja dan itu menjadi kegiatan yang paling saya sukai. Menjadi Katolik adalah hal yang lazim di sana karena memang lingkungan mayoritas menganut agama itu," kata Lavallo.
Lavallo tumbuh dewasa sebagai Katolik karena dia memang tinggal dalam komunitas masyarakat yang mayoritas beragama Katolik. Ia tidak merasa ada kesalahan apa pun dalam pendidikan yang ia peroleh sejak kecil.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah di sekolah internasional. Untuk itu, ia Lavallo muda mesti tinggal di asrama. Di sanalah, ia mulai menemukan dunia baru yang berbeda daripada sebelumnya.
Dia bertemu dengan berbagai macam orang yang berasal lebih dari 90 negara. Tak sedikit dari mereka yang memeluk agama berbeda dari dirinya. Alhasil, Lavallo untuk pertama kalinya menyaksikan cara beribadah umat agama lain. Ketertarikan Lavallo untuk belajar agama-agama baru semakin tak terbendung. Pada saat itu, ia sempat tinggal di Houston, Texas. Ia bekerja untuk salah satu teman ayahnya.
Pada akhir pekan, ia menghabiskan setiap hari bersama keluarga salah satu alumni sekolah asramanya. Mereka menganut agama yang sama meskipun dengan denominasi yang berlainan.
Ketika masuk universitas, berbagai pertanyaan mulai bermunculan dalam benaknya. Sebab, ia kian banyak membaca dan mempelajari tentang agamanya sendiri. Waktu itu, ia mulai mempertanyakan peran sosok yang dianggap sebagai manusia dan tuhan sekaligus.
Sebagai mahasiswa, Lavallo memiliki pergaulan yang lebih beragam dan luas. Ia mulai tertarik dengan cara beragama yang semata-mata mengandalkan spiritualitas. Seperti seorang mistikus dengan aliran mistisme. "Anda dapat me miliki hubungan lang sung dengan Tuhan dan panteisme paham yang berkeyakinan Tuhan ada di mana-mana," katanya mengenang masa-masa itu.
Untuk memperdalam spiritualitas nya, Lavallo mengambil banyak kursus yang berhubungan dengan kerohanian. Ia pun belajar lebih banyak tentang agama-agama lain. Sepanjang tahun perkuliahannya, ia memilih untuk berdoa dengan caranya sendiri.
Sebelum lulus, Lavallo memulai petualangannya keliling dunia seorang diri. Selama 18 bulan ia mulai melancong ke Afrika Timur pada tiga bulan pertama. Selanjutnya, ia singgah di Tel Aviv lalu merayakan Natal bersama keluarga sahabatnya.
Perjalanannya berlanjut ke Abu Dhabi. Empat bulan lamanya ia tinggal di sana, sebelum melangkahkan kaki ke India. Berbulan-bulan kemudian, ia terbang ke Venezuela, bertemu dengan komunitas tradisional setempat. Kembali ke Asia, ia melakukan perjalanan ke Yordania, Sri Lanka, dan Thailand.
Dari semua perjalanan ini, yang selalu aku lakukan adalah terus belajar tentang spiritualitas. Bagaimana orang-orang yang aku temui memaknai kehidupan ini, tutur dia. Waktu 18 bulan terasa lekas berlalu. Lavallo akhirnya dapat menyelesaikan jenjang sarjana dengan baik. Ia lantas memutuskan untuk berlibur ke Afrika. Tawaran pekerjaan pertamanya membawa Lavallo tinggal di Abu Dhabi.
Menjadi Muslim
Bisa dikatakan, Lavallo pertama kali mengalami suasana komunitas Muslim bukan di Abu Dhabi, melain kan Afrika. Bahkan, ia pun secara resmi menjadi Muslim sejak sebelum menjadi karyawan di salah satu perusahaan negeri Arab itu. Suatu kali, ia melancong ke Tanzania, sebuah negara di pesisir Afrika Timur. Di sana, terdapat sebuah desa kecil dengan penduduk yang majemuk.
Tiap Jumat, Lavallo menyaksikan orang-orang berbondong-bondong ke masjid. Kemduian, setiap Ahad sebagian orang pergi ke gereja. Ia merasa, masyarakat setempat sangat harmonis. Suatu malam, ia mengobrol dengan seorang kakek yang belakangan ia ketahui sebagai Muslim. Diskusi saat itu membicarakan tentang makna kehidupan dan kebenaran.
"Aku mulai menjelaskan kebenar an dari perspektifku, yakni manusia hendaknya percaya, harus terus berdoa agar energi ilahi yang tak terlukiskan dapat menyatukan kita semua, ucap dia.
Kakek itu menjelaskan sesuatu yang saat itu terasa tak asing tetapi sekaligus baru bagi Lavallo. Kepada tamunya itu, ia memaparkan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa kehidupan ini dijalani dengan melakukan lima tahapan. Belakangan, Lavallo mengetahui, yang dibicarakan sang kakek ialah rukun Islam.
"Mempercayai satu Tuhan, berdoa lima kali dalam sehari, membantu orang lain, beribadah selama bulan Ramadhan, dan berziarah yakni haji. Ia terus menjelaskan itu semua, sehingga aku menjadi tertarik. Itu terdengar seperti untuk pertama kalinya aku menerima kebenaran," kenang Lavallo.
Setelah mendalami Islam, ia merasa justru sedang memahami dirinya sendiri. Dan, itu menjadi pengalaman yang luar biasa dan indah baginya. Dalam usia 22 tahun, ia pun memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.
"Jadi aku mengucapkan syahadat pada malam hari itu juga di depan sang kakek. Hari berikutnya, kami pergi ke masjid setempat dan menjumpai seorang imam di sana, Sempat berdiskusi lebih lama. Lantas, ia membimbingku untuk mengucapkan syahadat kembali, dalam bahasa Arab, Inggris, dan Swahili," papar dia.
Sesudah itu, Lavallo mengikuti shalat isya berjamaah. Sang imam kemudian memperkenalkannya kepada seluruh jamaah, yang agaknya terheran-heran ada seorang bule ikut dalam shaf. Setelah disampaikan bahwa pria muda ini baru saja bersyahadat, mereka sontak mengatakan alhamdulillah! Mereka semua bersalaman, memeluknya dengan perasaan bahagia.
Suka cita tak berhenti di sana. Keesokan harinya, Lavallo menceritakan, beberapa warga setempat mengadakan perayaan untuknya. Seekor kambing disembelih dan dimasak untuk sajian. Pada hari terakhir liburannya, ia merasa sangat tersanjung dengan kemurahan hati mereka.
Sebagai seorang Muslim, ia merasa amat bersyukur. Pengala mannya melanglang buana akhirnya mempertemukannya dengan hidayah dari Allah SWT. Perjumpaannya dengan seorang tua di Tanzania, hingga pekerjaannya kini di Abu Dhabi, membuatnya semakin merasa sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar: umat Islam.
Akan tetapi, Lavallo merasa kini cukup disibukkan dengan berbagai pekerjaan. Waktu untuk mempelajari Islam terasa semakin sempit. Ia berharap, tak kian tenggelam dalam ketidaktahuan tentang agamanya. "Bagaimanapun, aku senang selama bertahun-tahun aku terus berupaya menjadi Muslim yang baik, kata dia.
Bertahun setelah ikrar syahadatnya yang pertama, Lavallo kembali ke desa kecil di Tanzania itu. Ia berjumpa dengan orang-orang yang telah menyambutnya dalam iman dan Islam. Tentunya, sang kakek yang menjadi perantara hidayah tak akan pernah dilupakannya.
Betapapun demikian, ia tak lantas memutuskan untuk tinggal di sana. Lavallo lebih memilih Uni Emi rat Arab (UEA). Sebab, di sanalah ia bekerja sebagai seorang konsultan manajemen. Ia merasa, UEA merupakan negara yang paling nyaman untuk mengamalkan Islam sekaligus mengejar karier.
"Bahkan sebelum aku mengenal Islam, iman kepada Tuhan selalu menjadi yang paling penting dalam hidup ini menurutku. Dan, sejak menjadi Muslim aku merasa semakin dekat dengan kasih- sayang-Nya. Ini benar-benar menakjubkan. Tentu, sebagai manusia aku mungkin berubah dari waktu ke waktu, tetapi aku merasa iman akan selalu membimbingku tetap di jalan yang lurus," kata dia, seperti dikutip Islamic Finder.