Rabu 08 Jul 2020 14:55 WIB

Kajian AS Ungkap Perilaku India Terhadap Agama Minoritas

Kebebasan beragama di India dinilai memburuk.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Kajian AS Ungkap Perilaku India Terhadap Agama Minoritas. Foto: Warga muslim meninggalkan lingkungan rumahnya yang mayoritas warga Hindu pascabentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.
Foto: Rajat Gupta/EPA EFE
Kajian AS Ungkap Perilaku India Terhadap Agama Minoritas. Foto: Warga muslim meninggalkan lingkungan rumahnya yang mayoritas warga Hindu pascabentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Komisi Departemen Luar Negeri AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) mengeluarkan hasil pengkajian terhadap kebebasan beragama di India pada 2020. Hasilnya, kebebasan beragama di India, terutama untuk minoritas Muslim, Kristen dan Dalit, telah memburuk dalam satu tahun terakhir.

Hal itu karena pemerintah India telah mengizinkan kampanye pelecehan dan kekerasan yang serius terhadap mereka dan otoritas pemerintah belum melindungi mereka. USCIRF pun telah menetapkan India sebagai negara dengan perhatian khusus bersama delapan negara lain di mana minoritas agama menghadapi penganiayaan yang substansial.

Baca Juga

USCIRF sendiri merupakan bagian dari Departemen Luar Negeri AS yang memantau kebebasan minoritas agama untuk hidup sebagai warga negara yang setara dengan martabat dan persamaan hak di sekitar 200 negara di seluruh dunia. Institusi tersebut menyerahkan laporan tahunan pada Mei setiap tahunnya ke Departemen Luar Negeri dan Kongres AS.

Dalam laporan itu USCIRF menyampaikan, sejak pemerintah dari Partai Bharatiya Janata (BJP) berkuasa di New Delhi pada 2014, komunitas Muslim, Kristen dan Dalit, telah menghadapi banyak pelecehan dan kekerasan terorganisir dari kelompok-kelompok Hindu ekstremis seperti RSS. Pada 1948 seorang anggota RSS telah membunuh Mahatma Gandhi.

Situasi ini sangat suram di negara-negara yang diperintah oleh BJP. Orang-orang Muslim berpenghasilan rendah sering dituduh bertanggung jawab atas pembantaian sapi dan hukuman mati tanpa pengadilan. Banyak Dalit juga dilecehkan dan digantung. Gereja-gereja Kristen dibakar dan pastor diserang. Polisi tetap menjadi penonton dalam banyak kasus.

Sejak BJP kembali berkuasa di New Delhi pada satu tahun yang lalu, kelompok-kelompok Hindu ekstremis seperti RSS, dibantu oleh polisi setempat dan didorong oleh para menteri di pemerintah negara bagian dan pusat, sering terlibat dalam kekerasan terhadap segmen masyarakat berpendapatan rendah Muslim dan Dali. Pada saat yang sama banyak organisasi media arus utama nasional menyebarkan tuduhan palsu terhadap komunitas Muslim.

Kejadian terbaru yang paling menyakitkan adalah kekerasan terorganisir skala besar oleh kelompok-kelompok Hindu ekstremis yang merupakan bagian dari pemerintah BJP di New Delhi, terhadap umat Islam di beberapa daerah berpenghasilan rendah di Northeast Delhi pada akhir Februari 2020.

Rumah-rumah, toko-toko, sekolah-sekolah, masjid-masjid dari sekitar 500 keluarga dibakar dan dihancurkan dengan kematian sekitar 60 orang. Polisi bukannya menahan para perampok dan para pemimpin yang mendesak mereka untuk melakukan kejahatan keji ini, malah menangkap sejumlah besar warga Muslim Delhi termasuk beberapa korban pembantaian.

Pada Maret lalu ketika virus Corona mulai menyebar di India, seperti yang terjadi di sebagian besar negara, kelompok-kelompok Hindu ekstremis yang didukung oleh media arus utama mulai menyebarkan desas-desus palsu bahwa Muslim menyebarkan virus.

Kelompok-kelompok itu juga melakukan propaganda dalam komunitas Hindu yang memerintahkan mereka untuk memboikot Muslim dan tidak membeli makanan atau barang-barang keperluan sehari-hari dari Muslim, karena produk-produk itu membawa virus korona.

Pemerintah Pusat sendiri secara langsung mendorong diskriminasi terhadap Muslim dengan terlebih dahulu menempatkan seluruh populasi Kashmir, satu-satunya negara mayoritas Muslim di India, di bawah tahanan rumah literal, yang diberlakukan pada Agustus 2019 dan masih berlanjut.

Selain itu, pemerintah India juga mengumumkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan dan Registrasi Nasional Warga, yang akan menghilangkan kewarganegaraan beberapa juta Muslim India, sehingga mereka dapat dideportasi atau dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi.

USCIRF telah merekomendasikan kepada Departemen Luar Negeri AS agar pemerintah AS mengambil tindakan termasuk sanksi terhadap lembaga-lembaga pemerintah India dan para pemimpin yang terlibat dalam praktik-praktik semacam itu. Ini untuk membuat mereka memastikan perlindungan nyata dan persamaan hak bagi minoritas agama, terutama Muslim.

Apa yang dilaporkan USCIRF ini menempatkan India dalam kategori negara terburuk yang dianggap sebagai pelanggar serius hak-hak minoritas agama. Pelabelan negatif seperti itu oleh AS dapat berakibat sanksi AS dan pengurangan yang signifikan dalam Penanaman Modal Asing di India dari perusahaan multinasional besar dengan konsekuensi ekonomi yang serius.

Sumber:

The Milli Gazette (https://www.milligazette.com/news/Human-Rights/16906-u-s-call-to-indian-government-to-remove-injustice-to-minorities-will-help-india/)

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement