Rabu 08 Jul 2020 18:16 WIB

Legislator: Harga Rapid Test Memang Seharusnya Diatur 

Harga rapid test harus diatur wajar dan tidak memberatkan masyarakat.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Petugas kesehatan melakukan rapid test Covid-19. Kementerian Kesehatan mengeluarkan SR terkait penetapan batas tarif tertinggi untuk biaya rapid test antibodi sebesar Rp 150 ribu.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas kesehatan melakukan rapid test Covid-19. Kementerian Kesehatan mengeluarkan SR terkait penetapan batas tarif tertinggi untuk biaya rapid test antibodi sebesar Rp 150 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menanggapi terkait Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan terkait penetapan batas tarif tertinggi untuk biaya rapid test antibodi sebesar Rp 150 ribu. Menurutnya, harga rapid test memang seharusnya diatur wajar agar tidak memberatkan masyarakat. 

"Rapid test sesuai rekomendasi Kemenkes dan diberi batas harga maksimal oleh pemerintah. Harga harus diatur wajar dan tidak memberatkan masyarakat," kata Melki kepada Republika, Rabu (8/7).

Apalagi imbuhnya, saat ini, sudah ada rapid test dan PCR produksi dalam negeri yang sesuai rekomendasi Kemenkes. Harganya, bahkan jauh lebih murah.

"Harus diprioritaskan untuk dipakai secara masal dan masif di seluruh Indonesia dalam pengendalian covid 19 di Tanah Air," ujarnya.

Selain lebih murah, alat rapid test dalam negeri juga sekaligus membantu memutar roda ekonomi dalam negeri dalam penanganan covid 19. 

Diketahui Kementerian Kesehatan secara resmi telah menetapkan batas tarif tertinggi biaya rapid test antibodi yang dilakukan di fasilitas layanan kesehatan.  Dalam surat edaran tersebut diketahui  bahwa tarif tertinggi rapid test antibodi sebesar Rp 150 ribu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement