Rabu 08 Jul 2020 20:07 WIB

Tanpa Dana Talangan, Krakatau Steel Bakal Rugi

Melalui dana talangan, penjualan KRAS bisa naik sekitar enam persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Ilustrasi Pembuatan baja di Pabrik Baja PT. Krakatau Steel. Krakatau Steel membutuhkan dana talangan dari pemerintah untuk menyelamatkan bisnisnya.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ilustrasi Pembuatan baja di Pabrik Baja PT. Krakatau Steel. Krakatau Steel membutuhkan dana talangan dari pemerintah untuk menyelamatkan bisnisnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) menyampaikan, perseroan membutuhkan dana talangan pemerintah untuk menjaga arus kas perseroan tetap positif. Selama pandemi Covid-19, KRAS mengalami penurunan penjualan hingga 35,36 persen dari target awal. 

Baca Juga

"Penurunan penjualan ini mengakibatkan penurunan EBITDA Perseroan sebesar 78,70-79,22 persen pada 2020," kata Direktur Utama KRAS, Silmy Karim, saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama DPR, Rabu (8/7). 

Silmy menjelaskan, dampak pandemi Covid-19 telah membuat kegiatan operasional dan produksi di industri baja dan industri pengguna mengalami penurunan yang signifikan berkisar 30-50 persen. Hal itu pun mengakibatkan beberapa produsen menutup lini produksi karena rendahnya utilisasi produksi.

KRAS sebagai penyedia produk baja hulu menjadikan industri hilir dan industri pengguna banyak bergantung pada operasional KRAS. Adapun kedua industri tersebut saat ini terpukul akibat penurunan permintaan dan kesulitan arus kas.

Menurut Silmy, dengan dukungan pinjaman modal kerja pemerintah sebesar Rp 3 triliun, KRAS dapat memberikan relaksasi pembayaran kepada konsumen yang menggerakkan bisnis industri hilir dan industri pengguna. KRAS pun diperkirakan mengalami peningkatan penjualan sebesar 6,48-6,81 persen.

"Dengan pemulihan tingkat penjualan ini, maka KRAS diproyeksikan dapat meningkatkan EBITDA sebesar 24,54-27,55 persen dari kondisi semula," kata Silmy.

Sedangkan tanpa dana talangan, kapasitas produksi untuk fasilitas HRC hanya mencapai 60 persen terhitung sejak Juli 2020. Sementara aktivitas produksi untuk fasilitas CRC harus dihentikan. Sehingga, KRAS akan kembali mengalami kerugian.

Silmy mengatakan, kondisi ini akan berdampak kepada konsumen. "Konsumen yang selama ini membeli CRC dari Krakatau Steel tidak terpasok secara memadai sehingga mereka akan mengimpor produk yang tidak bisa kami penuhi," tutur Silmy.

Dalam jangka panjang KRAS akan semakin tidak kompetitif, karena ditinggalkan oleh konsumennya. Menurut Silmy, kondisi ini dapat mengancam kelangsungan indutri baja nasional.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement