REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Rusia menyatakan rencana perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid merupakan hak dan urusan dalam negeri pemerintah Turki.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmilla Vorobieva mengatakan pemerintahnya tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri pemerintah Turki terkait rencana perubahan status situs bersejarah tersebut.
Meski demikian, Pemerintah Rusia berharap agar Turki mempertimbangkan kembali dari semua aspek mengenai rencana tersebut. Apalagi, kata Lyudmilla, Hagia Sophia merupakan situs budaya UNESCO.
Lyudmilla yang pernah berkunjung ke situs bersejarah itu mengatakan Rusia yang merupakan negara mayoritas kristen ortodoks juga memiliki hubungan kuat dengan Hagia Sophia.
"Siapapun yang pernah mengunjungi situs tersebut dipastikan akan mengagumi keindahan Hagia Sophia yang bersejarah bagi umat kristen dan muslim. Namun, tentu saja itu merupakan hak sepenuhnya pemerintah Turki," kata Lyudmilla, dalam konferensi virtual, pada Rabu.
Pada akhir Maret lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan museum Hagia Sophia di Istanbul akan diubah kembali menjadi masjid.
"Ayasofya (Haghia Sophia) tidak akan lagi disebut museum. Statusnya akan berubah. Kami akan menyebutnya masjid," kata Erdogan dalam sebuah siaran langsung televisi.
Mengecam kritik para pejabat asing terhadap keputusan itu, Erdogan mengingatkan kembali kebisuan mereka atas serangan terhadap Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
"Mereka yang tetap diam ketika Masjid Al-Aqsa diserang, diinjak-injak, jendelanya dihancurkan, tidak bisa memberi tahu kami apa yang harus kami lakukan tentang status Ayasofya," ujar dia.
Hagia Sophia, yang dijuluki "Keajaiban Dunia ke-8" oleh para sejarawan, adalah salah satu museum yang paling banyak dikunjungi di dunia dalam hal seni dan sejarah arsitektur. Museum itu digunakan sebagai gereja selama 916 tahun dan pada 1453, diubah menjadi masjid oleh Fatih Sultan Mehmet ketika Ottoman menaklukkan Istanbul.