REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Obat spesifik untuk Covid-19 saat ini belum ditemukan. Berbagai penelitian dilakukan oleh banyak pihak demi mencari obat yang ampuh untuk membunuh virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) ini, termasuk dari bahan-bahan herbal.
Dr Ika Trisnawati SpPD(KP) mengatakan, obat herbal memang sudah menjadi suplemen pendukung dalam banyak pengobatan penyakit. Dalam penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pun, herbal turut diberikan.
"Penambahan komponen herbal menjadi salah satu modalitas treatment, termasuk untuk Covid-19," kata Ika dalam webinar Sinergi Sains-Klinik Dalam Pandemi: Lesson Learned Penanganan Covid-19 yang digelar Fakultas Farmasi UGM, disimak di Yogyakarta, Rabu (8/7).
Ika mencontohkan pemakaian VCO sebagai obat herbal dalam mendukung pengobatan infeksi virus HIV. VCO disebut mengandung asam laurat yang memperkuat sistem kekebalan.
VCO, menurut Ika, telah diuji dengan hasil menunjukkan manfaat membantu pengobatan standar ke pasien HIV. Selain itu, dalam pengobatan penyakit-penyakit karena virus seperti hepatitis, komponen herbal juga masuk salah satu modalitas pengobatan.
"Herbal juga bisa jadi suplemen modalitas untuk pengobatan Covid-19, sifatnya sebagai adjuvant (bantuan)," ujar Ika yang merupakan
dokter spesialis penyakit dalam konsultan paru RSUP Dr Sardjito.
Senada, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Prof Suwijiyo Pramono menjelaskan, obat herbal atau tradisional bukanlah antivirus. Herbal menjadi sumber vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh.
"Fungsinya sebagai imunostimulan, antioksidan, dan imunomodulator. Obat herbal digunakan sebagai terapi pendukung obat standar untuk membantu penyembuhan pasien," urai Pramono.
Dia menyebutkan, banyak obat herbal yang memiliki bukti empiris dan telah melalui berbagai uji sebagai imunostimulan. Di antaranya, herbal dengan kandungan kimia temulawak, kunyit, jahe, meniran, dan sambiloto.
Ada pula jambu biji, mengkudu, gel daun lidah buaya, sediaan ramuan serta bahan topical dan ihalasi, seperti dalam eukalpitus. Pramono menjelaskan, ada sejumlah tantangan dalam pengujian herbal sebagai obat, termasuk Covid-19.
Pertama, harus ada data-data emprik tentang penggunaan bahan herbal tersebut. Selanjutnya, perlu melewati proses pengujian panjang mulai dari uji antiviral via docking, in vitro, farmakokinetik in vivo, sampai uji klinik on top.
Perlu optimasi efek imunostimulan melalui penelusuran ekstrak, fraksi sampai islolat aktif in vitro dan in vivo, penyiapan sediaan uji klinis, optimasi efek untuk mengatasi gejala Covid-19, terutama mukolitik dan bronchospamolitik.
"Lalu, uji klinik on top dengan protokol cara pembuatan kosmetik yang bijak (CPKB)," ujar Pramono.
Terkait kalung eukaliptus dalam pengobatan Covid-19, Pramono menilai memang bisa saja berpotensi membantu proses penyembuhan pasien Covid-19. Meski begitu, penggunaan eukaliptus dalam bentuk kalung masih harus diuji secara klinis.
Ahli mikrobiologi UGM, Prof. Widya Asmara menambahkan, ada banyak kemungkinan pengembangan vaksin Covid-19. Seperti pengembangan vaksin melalui virus yang dilemahkan, sub unit vaksin, vaksin genetik berbasis materi DNA dan RNA, dan lain-lain.
"Sebenarnya yang paling mudah dengan mengembangkan vaksin dari virus yang diinaktifkan, tapi kendalanya pada Covid-19 ini ada kesulitan saat perbanyakan virus atau kultur," kata Widya.