REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) (BNI) Tbk akan memperluas akses pembiayaan kepada lebih dari 225 ribu petani yang tersebar di 13 provinsi. Adapun alokasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 6,5 triliun yang mencakup kredit pertanian di luar KUR sebesar Rp 2,1 triliun.
Direktur Bisnis UMKM BNI Tambok P. Setyawati mengatakan saat ini penyaluran kredit sektor pertanian masih didominasi perkebunan kelapa sawit. "Kami akan melakukan akselerasi bisnis sektor pertanian untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19," ujarnya kepada wartawan, Rabu (8/7).
Menurutnya salah satu upaya yang dilakukan perseroan dengan mempercepat penyaluran KUR tani dan memperluas akses pembiayaan bagi petani. Bahkan terjadi tren pertumbuhan debitur sektor pertanian, dari semula hanya 970 petani pada 2015 menjadi lebih dari 150 ribu petani pada 2019.
Perseroan pun tidak menutup kemungkinan menyalurkan pembiayaan untuk bidang lainnya. Tambok memastikan ekspansi yang agresif sektor pertanian tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Hal ini tercermin dari kolektibiltas kredit yang terjaga dengan baik sebesar 99 persen. "Ada 16,9 juta petani tersebar di 13 provinsi atau 47 persen dari total petani yang terdata di RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok tani) BNI. RDKK dibutuhkan sebagai database pertanian yang kami jadikan nasabah BNI untuk penyaluran," ucapnya.
Terkait dukungan teknologi, perseroan telah mengembangkan proses kredit digital berbasis web. Perseroan juga bekerja sama dengan start up di bidang agritech yaitu HARA untuk melakukan pendampingan kepada kelompok tani.
Selain masalah permodalan, menurutnya, ada faktor lain yang menjadi kendala sektor pertanian seperti ketersediaan pupuk, produktifitas yang masih rendah, akses pasar dengan harga yang wajar. "Kendala ini tidak hanya diselesaikan oleh perbankan, tetapi bahu membahu dengan stakeholder lainnya," ucapnya.