Kamis 09 Jul 2020 05:58 WIB

Cuci Tangan untuk Kesehatan Menurut Hindu, Yahudi, dan Islam

Cuci tangan untuk kebersihan diri sudah dikenal Hindu, Yahudi, dan Islam.

Rep: Siwi Tri Puji B/ Red: Nashih Nashrullah
Cuci tangan untuk kebersihan diri sudah dikenal Hindu, Yahudi, dan Islam. Mencuci tangan (Ilustrasi)
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Cuci tangan untuk kebersihan diri sudah dikenal Hindu, Yahudi, dan Islam. Mencuci tangan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sebetulnya, anjuran untuk mencuci tangan demi mencegah penyebaran penyakit bukan "barang" baru. Hampir semua agama mengajarkan pentingnya kebersihan anggota badan, termasuk tangan. Yang paling tegas soal ini, misalnya, adalah Islam, Hindu, dan Yahudi.

Dalam banyak teks seperti Bhagavadgita dan Yoga Shastra dari Patanjali, umat Hindu diwajibkan untuk selalu suci baik lahir maupun batin. Suci lahir diwujudkan dengan membasuh air, termasuk di area tangan.

Yahudi mengajarkan umatnya untuk mencuci tangan segera setelah bangun tidur sebagai bentuk bersih-bersih dari kotoran. Kotoran dalam terminologi mereka tak hanya yang berwujud, tetapi juga yang tak tampak. Cuci tangan disarankan dilakukan secara berkala, sepanjang hari.

Beberapa agama bahkan membedakan dua telapak tangan sebagai "tangan manis" dan "tangan kotor". Tangan manis atau tangan baik biasanya digunakan untuk melakukan hal-hal baik seperti makan atau bersalaman, sementara tangan kotor merujuk pada penggunaannya yang bersentuhan dengan hal-hal yang tak bersih, semisal membersihkan badan usai buang air besar atau kecil.

Budha Mahayana dan Budha Tibet juga menganut ajaran ini. Berjalan mengelilingi patung Budha searah jarum jam dianggap sebagai bentuk penghormatan, sama halnya dengan mengatup kan dua telapak tangan di dada, membentuk serupa kuntum bunga lotus. Dalam mencuci tangan, aturan ini berlaku juga: mengatupkan dua tangan dan memutarnya searah jarum jam. Namun tak ada yang setegas Islam dalam hal ini. Berwudhu, yang menjadi simbol membersih kan raga, diwajibkan sebelum melakukan ibadah shalat.

Dalam Islam, pembahasan thaharah (bersuci) merupakan bahasan paling penting dan utama dalam kitab-kitab fikih. Sebelum menjelaskan lebih lanjut soal shalat, puasa, zakat, dan haji, biasanya penulis kitab fikih memaparkan persoalan bersuci terlebih dahulu, karena bersuci merupakan pintu masuk ibadah. Tanpa bersuci, ibadah yang dilakukan tidak sah.

Kedudukan bersuci dalam hukum Islam termasuk ilmu dan amalan yang penting, terutama karena di antara syarat-syarat salat telah ditetap kan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis. Dalam surat Al Baqarah ayat 222 misalnya, ditegaskan: 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement