REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Direktur Eksekutif Pusat Pembelaan Hak-Hak Perempuan (Women`s Crisis Centre-WCC) Palembang, Sumatera Selatan Yeni Roslaini Izi menyatakan, kasus pemerkosaan yang dilakukan oknum petugas rumah aman P2TP2A Lampung Timur harus menjadi pelajaran bagi pengelola rumah aman di Tanah Air.
"Bagi pemerintah daerah yang memiliki rumah aman atau ingin membuat rumah aman harus benar-benar selektif dalam merekrut petugas yang mendukung operasional tempat pemulihan trauma korban tindak kekerasan perempuan dan pelecehan seksual itu," kata Yeni di Palembang, Rabu, menanggapi kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan DA oknum petugas P2TP2A Lampung Timur terhadap N (14 tahun) pasien rumah aman.
Khusus bagi pejabat Pemprov Sumsel dan kabupaten/kota dalam provinsi setempat, jika ingin membuat atau mengelola rumah aman harus berkaca dari kasus tersebut sehingga masalah itu tidak terjadi di daerah ini.
"Sepanjang yang kami ketahui, baru WCC Palembang yang memiliki rumah aman di provinsi ini, sedangkan pemerintah daerah baru sebatas mempunyai trauma center yang dikelola oleh Dinas Sosial," ujarnya.
Trauma center dan rumah aman berbeda, karena rumah aman disiapkan khusus untuk korban tindak kekerasan terhadap perempuan dan pelecehan seksual. Sedangkan, trauma center bisa digunakan untuk pemulihan berbagai permasalahan sosial baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Melihat kondisi tersebut, pihaknya mendesak pemerintah daerah setempat untuk mengadakan rumah aman (shelter) bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Dalam proses persiapan membangun rumah aman, pemerintah daerah perlu melakukan perekrutan petugas dan pengelolanya secara selektif yang benar-benar memahami tugas dan fungsi rumah aman.
Selain itu, rutin menggelar pelatihan konseling feminis ataupun pelatihan konseling yang berwawasan perempuan dan anak bagi petugas rumah aman Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota se-Sumsel.
Selain itu, pelatihan/pendidikan penyadaran gender harus dilakukan terus-menerus bagi petugas dan pengurus P2TP2A ataupun petugas lembaga pengada layanan yang ada. ''Agar penanganan kasus tidak bias gender,'' ujar Direktur WCC Palembang.