REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Harga pabrikan China turun selama lima bulan berturut-turut pada Juni karena pandemi Covid-19 yang sangat membebani tingkat permintaan industri. Di sisi lain, tanda-tanda perbaikan di sektor ini menunjukkan pemulihan ekonomi secara bertahap.
Indeks harga produsen (PPI) pada Juni turun 3,0 persen dari tahun sebelumnya (year on year/yoy), menurut Biro Statistik Nasional (NBS), Kamis (9/7). Realisasi ini lebih lambat dibandingkan penurunan 3,2 persen (yoy) yang diperkirakan dalam jajak pendapat Reuters dari para analis maupun realisasi Mei, turun 3,7 persen.
Namun, ada tanda-tanda perbaikan di sektor manufaktur yang terlihat dari kenaikan PPI Juni 0,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Kondisi ini berbalik dari penurunan 0,4 persen pada Mei.
Ekonom China di Capital Economics Martin Rasmussen mengatakan, perubahan ini didorong oleh kenaikan terhadap bahan baku, barang-barang manufaktur dan inflasi harga barang konsumsi. "Dengan stimulus fiskal dan belanja infrastruktur masih meningkat, kami berpikir, aktivitas ekonomi dan harga produsen akan pulih dalam beberapa bulan mendatang," tuturnya, seperti dilansir Reuters, Kamis.
Pesanan terhadap bahan dan alat-alat infrastruktur telah membantu industri manufaktur pulih lebih cepat di China dibandingkan sebagian besar negara yang harus menerapkan kebijakan lockdown. Tapi, ekspansi lebih lanjut akan sulit dicapai tanpa permintaan dan ekspor yang lebih kuat.
ANZ memproyeksikan, PPI China akan tetap dalam deflasi tahun ini dengan penurunan rata-rata sekitar dua persen karena pandemi yang berkepanjangan. Bahkan, dengan tanda-tanda moderasi pada sektor hulu, sulit untuk memastikan kebijakan stimulus pemerintah dapat membantu memulihkan industri.
"Dapat diperdebatkan apakah kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini akan mengarah pada rebound cepat dan mengakibatkan inflasi pada industri," ujar ekonom pasar China di ANZ, Zhaopeng Xing.
Sebuah survei resmi pada sektor manufaktur pekan lalu menunjukkan, aktivitas ekonomi telah meluas pada Juni meskipun dalam kecepatan sedang. Beijing dinilai berhasil secara drastis dalam mengurangi jumlah infeksi virus corona, sehingga memungkinkan mereka untuk membuka kembali ekonominya,
Di sisi lain, pesanan ekspor masih terus berkontraksi, mencerminkan dampak global pandemi yang meluas. Banyak pabrikan Cina bergulat dengan laba yang jatuh dan terpaksa memangkas jumlah pekerja atau memotong upah mereka.
Pandemi yang telah menginfeksi lebih dari 12 juta orang secara global telah menurunkan tingkat permintaan dunia dan menyebabkan banyak negara mengalami deflasi seiring pabrik maupun pengecer menghentikan aktivitas.
Ekonomi China diperkirakan kembali ke pertumbuhan pada kuartal kedua setelah pulih dari kontraksi tajam pada periode Januari sampai Maret.