REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengecam laporan pelapor khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menyatakan pembunuhan petinggi militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani, melanggar Piagam PBB. Menurut AS, laporan tersebut akan memberi 'izin pada teroris'.
Pada Januari lalu, Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan di dekat Bandara Internasional Baghdad yang menewaskan Jenderal Iran Qassem Soleimani. Serangan itu sempat memicu kekhawatiran terjadinya perang terbuka antara AS dan Iran.
AS sudah keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 2018 lalu. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengatakan laporan pelapor Khusus PBB, Agnes Callamard tidak jujur.
"Dibutuhkan semacam ketidakjujuran intelektual khusus untuk mengeluarkan laporan yang mengecam Amerika Serikat atas aksi bela diri sementara menghapus masa lalu Jenderal Soleimani sebagai salah satu teroris paling mematikan di dunia," kata Ortagus, seperti dilansir dari Aljazirah, Kamis (9/7).
Dalam laporannya, Callamard mengatakan serangan itu telah melanggar Piagam PBB. Dia mendesak adanya pertanggungjawaban pembunuhan yang menggunakan pesawat tanpa awak. Ia juga menuntut peraturan senjata diperluas.
"Laporan tendensius dan membosankan ini mengabaikan hak asasi manusia dengan meloloskan teroris dan sekali lagi membuktikan Amerika benar dalam keputusannya meninggalkan Dewan HAM PBB," kata Ortagus.
Callamard mengatakan AS tidak membuktikan adanya 'ancaman nyata' terhadap kepentingan AS. Oleh karena itu justifikasi serangan tersebut harus dilakukan dengan alasan 'membela diri' tidak berlaku.
Menurut Callamard, serangan pesawat tanpa awak pada 3 Januari lalu adalah peristiwa pertama dalam sejarah suatu negara menyerang aktor negara lain di wilayah negara ketiga lalu menjustufikasinya dengan alasan membela diri. Washington menuduh Soleimani dalang dari semua serangan terhadap pasukan sekutu AS di kawasan.
Pada pekan lalu, jaksa Iran mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Trump. Mereka meminta Interpol untuk membantu mengeksekusinya. Utusan AS untuk Iran Brian Hook mengatakan surat perintah penangkapan itu 'aksi propaganda'.