REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Para siswa di Hong Kong dilarang terlibat dalam kegiatan politik di sekolah, termasuk mengunggah slogan, menyanyi, dan memboikot kelas. Perintah itu diumumkan oleh menteri pendidikan bertepatan dengan pembukaan kantor keamanan nasional China di Hong Kong.
Tahun lalu, ribuan siswa sekolah terlibat dalam aksi pro-demokrasi Hong Kong. Sekitar 1.600 orang ditangkap karena mengikuti aksi demonstrasi yang kerap disertai dengan kekerasan.
Di sekolah, banyak anak-anak yang menyatakan dukungan mereka terhadap demokrasi dengan menyanyikan lagu Glory to Hong Kong, ketimbang lagu kebangsaan Cina. Menteri Pendidikan, Kevin Yeung mengatakan, sekolah harus membasmi aksi demonstrasi pro-demokrasi. Lagu Glory to Hong Kong berkaitan erat dengan insiden sosial dan politik, kekerasan dan insiden ilegal yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.
"Sekolah tidak boleh membiarkan siswa bermain, bernyanyi atau menyiarkannya di sekolah," ujar Yeung, dilansir BBC.
Selain itu, pihak berwenang mengatakan siswa tidak boleh meneriakkan slogan atau mengungkapkan pesan politik lainnya. Pekan lalu, buku-buku pro-demokrasi telah dihapus dari perpustakaan umum. Pihak berwenang mengatakan, keberadaan buku-buku tersebut akan ditinjau untuk melihat apakah mereka telah melanggar undang-undang keamanan nasional.