REPUBLIKA.CO.ID -- Beliau mengawini anak perempuan sahabatnya itu, yakni Aisyah yang masih kecil dan belum mengerti syahwat, tetapi beliau hendak menyenangkan hati Abu Bakar.
Kemudian karena melihat Abu Bakar dan Umar sebagai wazir Rasulullah dan beliau ingin agar kedudukan keduanya sama di sisi beliau, maka dikawinilah Hafshah binti Umar, sebagaimana sebelumnya beliau telah mengawinkan Ali bin Abi Thalib dengan putri beliau Fatimah, dan mengawinkan Utsman bin Affan dengan putri beliau Ruqayah dan Ummu Kultsum.
Hafshah binti Umar ini adalah seorang janda, dan parasnya tidak cantik. Demikian juga Ummu Salamah yang beliau kawini ketika telah menjadi janda. Ketika suaminya, Abu Salamah, masih hidup, Ummu Salamah beranggapan tidak ada lelaki yang lebih utama daripada suaminya.
Ketika Ummu Salamah hijrah bersama suaminya, mereka mendapat gangguan karena mempertahankan Islam. Suaminya pernah mengajarkan apa yang didengarnya dari Rasulullah SAW untuk mengucapkan doa ketika tertimpa musibah.
Ketika ia mengucapkan doa itu setelah suaminya meninggal, ia bertanya-tanya dalam hati, "Siapakah yang lebih baik daripada Abu Salamah?" Tetapi Allah Azza wa Jalla memberinya ganti yang lebih baik daripada Abu Salamah, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
Nabi meminangnya untuk menghilangkan musibah (kesedihannya) dan menambal keretakan hatinya, serta menggantikan suaminya setelah ia berhijrah, meninggalkan keluarganya, dan kembali lagi kepada mereka yang semuanya dilakukan demi Islam.
Demikian pula, Rasulullah SAW mengawini Juariyah binti Al-Harits ialah untuk mengislamkan kaumnya dan menjadikan mereka bangga terhadap agama Allah. Diceritakan bahwa para sahabat setelah menawan beberapa orang pada waktu peperangan Bani Mushthaliq dan Juariyah termasuk salah seorang dari tawanan-tawanan itu.
Tatkala mereka mengetahui bahwa Nabi SAW telah mengawini Juariyah, mereka lalu memerdekakan tawanan-tawanan dan budak-budak mereka. Hal itu disebabkan karena mereka (kaum Bani Mushthaliq) telah bersemenda (menjalin hubungan keluarga) dengan Nabi SAW.
Jadi, perkawinan Nabi SAW dengan masing-masing istri beliau itu mempunyai hikmah sendiri-sendiri. Begitu pula perkawinan beliau dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Ummu Habibah ini pernah hijrah ke Habsyi bersama suaminya. Tetapi malang, setelah sampai di negeri tersebut suaminya murtad.