REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR memertanyakan bagaimana teknis operasional Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) yang sudah aktif sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D Heripoerwanto mengatakan operasional BP Tapera tidak akan mengambil dari simpanan nasabah.
"Simpanan itu tidak diutak atik untuk operasional BP Tapera. Pemerintah sudah memberikan modal awal," kata Eko dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Kamis (9/7).
Eko menegaskan BP Tapera dijamin oleh pemerintah sehingga dilarang untuk menggunakan simpanan para peserta untuk operasional. Dia memastikan BP Tapera hanya akan menggunakan modal awal dari pemerintah.
"Dalam organisasi itu (BP Tapera), pemerintah memberi modal awal Rp 2,5 triliun untuk operasionalnya BP Tapera mulai gaji deputi dan komisoner," tutur Eko.
Eko menuturkan, BP Tapera akan bekerja sesuai koridor atau kebijakan pemerintah. Termasuk dalam pembatasan kualifikasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga harus mengikuti pemerintah dan tidak menentukan sendiri.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR Nurhayati mengkhawatirkan kejelasan bagaimana mekanisme operasional BP Tapera. Sebab, Nurhayati menilai hal tersebut dibutuhkan transparansi karena mengelola uang rakyat.
"Karena ini kan uang rakyat. Kalau operasional diambil dari Tapera berarti rakyat yang membiayai. Sementara gaji mereka dipotong untuk tabungan ini," ujar Nurhayati.
Nurhayati mengatakan saat ini masih banyak masyarakat yang keberatan jika harus ada pemotongan untuk Tapera, terlebih kondisi tengah pandemi. Meskipun begitu, Nurhayati menilai potongan untuk tabungan perumahan di Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan negara lain.