REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) menjaga netralitasnya, termasuk penggunaan media sosial (medsos) sekali pun. Salah satu dugaan pelanggaran netralitas ASN yang paling banyak diterima Bawaslu adalah ASN memberikan dukungan melalui media massa media sosial.
"Jadi melalui Facebook, Twitter, Instagram, itu kadang tidak disadari," ujar Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja dalam diskusi virtual, Kamis (9/7).
Selain Bawaslu, ia meminta Komisi ASN (KASN), dan pihak terkait selalu mengingatkan para ASN bersikap netral dalam kontestasi politik. Bahkan, jika ASN memberikan komentar atau tanda suka (like) dalam unggahan tim kampanye maupun pejawat kepala daerah, dapat diadukan sebagai bentuk dukungan untuk calon kepala daerah yang bersangkutan.
"Sepertinya kita harus turun terus ke teman teman pemda untuk mengingatkan ASN agar berhati-hati, Facebook ini sudah terbuka untuk umum. Jadi ketika once dia like and comment itu sudah tersebar kemana-mana," kata Bagja.
Ia menjelaskan, ASN diduga melanggar netralitas ketika mereka membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasang calon kepala daerah. ASN dilarang terlibat kampanye maupun mengajak atau memobilisasi orang untuk mendukung kandidat.
"Ini ada juga di tempat kita sudah ada rekomendasi kepada KASN dari Bawaslu Tangerang Selatan mengenai Camat Pondok Aren. Itu yang (pesan) WhatsApp-nya beredar itu juga jadi perhatian kita," lanjut Bagja.
Ia menyebutkan, dugaan pelanggaran netralitas ASN yang diterima Bawaslu sampai saat ini sekitar 415 dugaan. Dari jumlah tersebut, setelah ditindaklanjuti, 46 kasus dihentikan, tiga masih dalam proses, dan sebanyak 366 kasus direkomendasikan ke KASN.
KASN akan mengkaji kembali dugaan tersebut sesuai aturan dan regulasi yang berlaku. Apabila memenuhi unsur pelanggaran dan cukup bukti, maka KASN memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi ke Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di pemerintah daerah, yang tak lain adalah kepala daerah.
Bagja melanjutkan, selain dugaan pelanggaran netralitas melalui media massa atau medsos, ASN diduga melakukan pendekatan atau mendaftaran diri pada salah satu partai politik. Ada juga ASN yang diduga melakukan sosialisasi bakal calon melalui media yang biasa disebut alat peraga kampanye (APK).
Kemudian, ASN juga ada yang dilaporkan menghadiri silaturahim kegiatan pengusungan bakal calon oleu partai politik. Bahkan, ada ASN yang diduga mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah, tetapi belum mundur sebagai ASN atau belum mengajukan surat pengunduran diri.
Di sisi lain, Bawaslu juga membuka pintu bagi para ASN jika menemui, melihat, atau menemukan dugaan praktik pelanggaran netralitas. Misalnya, isu pengumpulan dana dari ASN untuk kepala daerah, tetapi pegawainya sendiri jarang ada yang berani melaporkan.
Bagja mengingatkan para ASN yang memiliki hak politik untuk memilih, agar menggunakannya hanya di bilik suara. Selain ASN, penyelenggara pemilihan juga harus menjaga netralitasnya.
"Jadi pilihan itu bagi ASN harus diwujudkan dalam hanya di bilik suara. hampir sama seperti penyelenggara," tutur Bagja.