REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pandemi Covid-19 di era generasi Z membuat teknologi media yang tidak boleh tertinggal dalam dakwah dan pendidikan Muhammadiyah. Malah, kerap memakai pendekatan science technology dan agama satu acuan penentu kebijakan.
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Dr Muchlas merasa, disrupsi teknologi bagi kehidupan manusia tidak bisa dipungkiri. Muhammadiyah harus mampu mengejar peralihan ini agar berjalan beriringan dengan perubahan.
"Dulu kita terbiasa dengan komunikasi komunal face to face, tapi kini berubah menjadi komunikasi virtual. Perlu diketahui segmen dakwah kita ini digital native," kata Muchlas dalam Covid-19 Talk yang digelar MCCC, Kamis (9/7).
Bagi Muchlas, tugas utama Muhammadiyah kini mengejar ketinggalan dan hadapi disrupsi teknologi melalui empat prinsip dasar. Mulai pengembangan teknologi, pengembangan konten, pengembangan infrastruktur dan pengembangan pribadi.
"Maka, ini dasar kita untuk mengubah respon kita untuk menjadi lebih adaptif dan literasi teknologi harus digencarkan, kita harus mendeteksi kecenderungan mereka itu apa," ujar Muchlas.
Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad menuturkan, yang menjadi tantangan bagi Muhammadiyah saat ini teknologi sudah jadi kebutuhan pokok bagi generasi Z tiap harinya. Kondisi itu diperkuat hasil penelitian dari PTMI UIN Jakarta.
"Menunjukkan 54,2 persen generasi Z selalu mencari informasi terkait agama dan lainnya melalui internet," kata Dadang.
Selain itu, yang menjadi tren saat ini dalam menganut ilmu agama, generasi Z tidak lagi mengenal organisasi Islam baik Muhammadiyah maupun NU. Mereka lebih merujuk kepada pribadi seseorang seperti tokoh-tokoh da'i masa kini.
"Ini menunjukkan peran teknologi sangat berpengaruh ke eksitensi Muhammadiyah dalam melebarkan sayap dakwah dan pendidikan," ujar Dadang.