REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi pada pejabat tinggi China yang sebelumnya belum ditargetkan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Muslim Uighur, Kamis (9/7). Langkah ini kemungkinan akan meningkatkan ketegangan antara Washington dan Beijing.
Tindakan cukup lama ditunggu dalam menanggapi kasus Muslim Uighur di Xinjiang. Langkah ini menyusul berbulan-bulan permusuhan Washington terhadap Beijing atas penanganan China terhadap wabah virus corona jenis baru dan cengkeramannya yang semakin ketat di Hong Kong.
Washington memasukkan Sekretaris Partai Komunis wilayah Xinjiang, Chen Quanguo, anggota Politbiro China, dan tiga pejabat lainnya ke dalam daftar hitam. Chen membuat pergerakan cepat setelah mengambil posisi teratas di Xinjiang pada 2016, ketika aksi massa "anti-teror" diadakan di kota-kota terbesar di kawasan itu.
Peristiwa itu melibatkan puluhan ribu pasukan paramiliter dan polisi. Dia secara luas dianggap sebagai pejabat senior yang bertanggung jawab atas penumpasan keamanan di Xinjiang.
Seorang pejabat senior administrasi AS mengumumkan, Chen sebagai pejabat tertinggi China yang pernah disetujui oleh AS. Dia menekankan, daftar hitam tersebut bukan lelucon.
"Tidak hanya dalam hal pengaruh simbolis dan reputasi, tetapi hal itu memiliki arti nyata pada kemampuan seseorang untuk bergerak di seluruh dunia dan melakukan bisnis," ujar pejabat tersebut.
Sanksi itu dijatuhkan di bawah Global Magnitsky Act, yang memungkinkan pemerintah AS untuk menargetkan pelanggar hak asasi manusia di seluruh dunia. Sanksi yang dapat diterapkan berupa pembekuan aset di AS, melarang perjalanan, dan melarang orang Amerika melakukan bisnis dengan mereka.
Sanksi juga dijatuhkan pada mantan wakil sekretaris partai Komunis dan wakil sekretaris badan legislatif regional saat ini, Kongres Rakyat Xinjiang, Zhu Hailun, direktur dan sekretaris Partai Komunis Biro Keamanan Umum Xinjiang, Wang Mingshan, dan dan mantan sekretaris partai dari biro, Huo Liujun. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Washington juga melarang mereka dan keluarga dekatnya, serta pejabat Partai Komunis China lainnya yang tidak disebutkan namanya, melakukan perjalanan ke AS.
Kedutaan Besar China di Washington belum menanggapi keputusan baru pemerintah AS. Namun, China sejak lama telah membantah penganiayaan terhadap Muslim Uighur dan mengatakan kamp-kamp itu menyediakan pelatihan kejuruan dan dibutuhkan untuk memerangi ekstremisme. PBB telah memperkirakan bahwa lebih dari satu juta Muslim telah ditahan di kamp-kamp di wilayah Xinjiang.
Langkah ini sempat terhambat ketika Trump mengatakan dalam sebuah wawancara bulan lalu bahwa dia menunda sanksi yang lebih keras terhadap China atas hak asasi manusia Uighur. Keputusan ini karena kekhawatiran langkah-langkah seperti itu akan mengganggu negosiasi perdagangan dengan Beijing.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin telah mengajukan keberatan atas sanksi Departemen Keuangan, terutama terhadap anggota Politbiro. Alasannya karena khawatir upaya itu dapat merusak hubungan AS-China lebih lanjut.
"Amerika Serikat berkomitmen untuk menggunakan seluruh kekuatan keuangannya untuk meminta pertanggungjawaban pelanggar HAM di Xinjiang dan di seluruh dunia," kata Mnuchin dalam sebuah pernyataan.