Jumat 10 Jul 2020 10:54 WIB

DPRD Jatim Ubah Perda demi Disiplinkan Protokol Kesehatan

Perubahan Perda karena butuh sanksi tegas untuk menekan penyebaran Covid-19.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
DPRD Jatim
DPRD Jatim

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur menginisiasi perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat. Perubahan atas Perda tersebut bertujuan untuk memberikan landasan hukum dalam penanganan Covid-19, utamanya dalam menegakan kedisiplinan protokol kesehatan di tengah masyarakat.

"Sebagai bentuk langkah nyata dan konkret DPRD Jawa Timur dalam penanganan penghentian penyebaran Covid-19 di Jawa Timur," ujar anggota Badan Pembentukan Perda DPRD Jatim Lilik Hendarwati di Surabaya, Jumat (10/7).

Politikus PKS itu menilai, butuh sanksi tegas untuk menekan penyebaran Covid-19. Terlebih, berdasarkan laporan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa atas hasil kajian epidemiologi FKM Universitas Airlangga, masih ada 70 persen masyarakat Jatim yang tidak taat menggunakan masker.

"Hal ini menunjukkan tingkat kepatuhan masyarakat Jawa Timur terhadap protokol kesehatan masih sangat rendah. Salah satu faktor penyebabnya ialah lemahnya pengenaan sanksi yang diberikan kepada pelanggar," ujar Lilik.

Terlebih, sejak dicabutnya Maklumat Kapolri bernomor MAK/2/111/2020 tertanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Covid-19, menyebabkan terjadinya kekosongan hukum. Tidak ada landasan yang digunakan untuk melakukan tindakan bagi pelanggar protokol kesehatan.

Karenanya, kata dia, ada beberapa penyisipan pasal baru pada Perda nomor 1 Tahun 2019 untuk memperkuat penegakan protokol kesehatan. Terutama di bab IV bagian ketiga tentang penegakan Perda, dan Bab V tentang penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

Di antaranya, memperkuat peran Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban umum, pada kondisi darurat bencana. Kemudian memberikan kewenangan gubernur/ bupati/ wali kota untuk melakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

Memasukkan kewenangan gubernur/ bupati/ wali kota untuk mengatur kewajiban pemberlakuan protokol kesehatan bagi setiap orang. Kemudiam, mewajibkan setiap orang untuk mematuhi segala bentuk pembatasan kegiatan masyarakat, dan wajib melaksanakan protokol kesehatan.

"Poin terakhir adalah terkait sanksi," kata Lilik.

Namun ia belum membeberkan secara gamblang terkait sanksi seperti apa yang nantinya akan diberikan kepada masyarakat yang kedapatan melanggar protokol pencegahan penularan Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement