REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan beberapa kemungkinan Covid-19 bisa menular lewat udara dalam rangkuman ilmiahnya yang diperbarui, Kamis (9/7). Covid-19 kemungkinan dapat ditularkan lewat udara dalam ruangan tertutup dengan ventilasi buruk.
Rangkuman ilmiah berjudul "Transmisi SARS-CoV-2: implikasi untuk langkah pencegahan" pertama kali terbit di laman resmi WHO pada 29 Maret 2020. Kemudian diperbarui setelah adanya beberapa laporan terbaru mengenai kemungkinan penularan Covid-19 lewat udara, dikutip Jumat (10/7).
Dalam rangkuman tersebut, WHO menyebutkan Covid-19 dapat menular lewat udara saat ada aktivitas medis yang menghasilkan partikel udara (aerosol). Beberapa temuan turut melaporkan ada tenaga kesehatan yang positif Covid-19, padahal mereka tidak melakukan prosedur medis tersebut.
Menurut WHO, sejauh ini belum ada penelitian yang menunjukkan jejak RNA SARS-CoV-2 yang cukup di udara, khususnya dalam ruangan yang ditempati oleh pasien COVID-19. Dalam sampel yang menunjukkan ada jejak virus, jumlah RNA yang terdeteksi sangat rendah.
"Tidak dapat dipastikan virus dapat ditularkan lewat udara," tulis WHO dalam rangkuman ilmiah terbarunya.
Walaupun demikian, WHO mengakui, kemungkinan Covid-19 dapat ditularkan lewat udara dalam ruangan tertutup apabila memiliki ventilasi yang buruk. Beberapa laporan penularan Covid-19 terkait dengan ruangan tertutup yang dipadati banyak orang.
Kasus itu membuka kemungkinan adanya penularan lewat kombinasi antara udara dan tetesan cairan pernapasan (droplet). Misalnya, saat latihan paduan suara, di restoran, atau di kelas-kelas olahraga di pusat kebugaran.
Beberapa kajian menunjukkan, secara teoritis Covid-19 dapat ditularkan lewat udara. Teori-teori yang ada mengindikasikan bahwa tetesan cairan pernapasan dapat menghasilkan partikel udara lewat proses penguapan.
Kemudian, aktivitas bernapas, serta berbicara turut mengeluarkan partikel udara. Dengan demikian, seseorang yang menghirup udara mengandung partikel virus dengan jumlah cukup pun dapat tertular penyakit.
Meskipun secara teoritis memungkinkan, peneliti masih mempelajari seberapa banyak kandungan droplet yang memungkinkan proses penguapan cairan jadi udara itu terwujud. Selain itu, peneliti juga masih berusaha mengetahui seberapa banyak kadar virus SARS-CoV-2 yang harus ada di partikel udara sehingga dapat menjangkit orang sehat.
Sejauh ini, ada beberapa eksperimen dalam laboratorium yang menunjukkan jejak RNA SARS-CoV-2 di udara selama 3-16 jam. Namun, eksperimen itu menggunakan nebulizer, yakni alat pengubah cairan jadi uap.
Menurut WHO, temuan itu tidak dapat menjelaskan situasi seseorang yang batuk normal. Dalam bagian akhir rangkumannya, WHO masih berpegang pada bukti bahwa sebagian besar kasus Covid-19 terjadi karena virus ditularkan lewat droplet. Beberapa kasus penularan terjadi lewat udara saat tenaga kesehatan melakukan prosedur medis tertentu.