REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai penunjukan Menteri Pertahanan (menhan) Prabowo Subianto oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin proyek lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah menunjukan bahwa Presiden ingin menerjemahkan kerja yang tidak biasa (extraordinary) dalam kondisi krisis. Siapa saja yang dianggap berkemampuan khusus di bidang tertentu maka dia yang kemudian diberikan tanggung jawab.
"Pak Prabowo profilingnya selain sebagai menhan memang dari dulu ngomong tentang ketahanan pangan. Jadi wajar kalau sebenarnya ditunjuk," kata Adi kepada Republika, Jumat, (10/7).
Namun, dia tak memungkiri, bahwa penunjukan tersebut justru memunculkan pertanyaan mengingat bahwa hal tersebut merupakan tupoksi Kementerian Pertanian (Kementan). Menurutnya bekerja di tengah kondisi krisis wajar tumpang tindih tupoksi tersebut terjadi.
"Kalau Pak Prabowo sanggup menjaga ketahanan pangan kenapa tidak? Apalagi memang selama ini Pak Prabowo cukup concern. Nah ini yang kemudian mungkin yang disebut oleh presiden sebagai upaya yang tidak biasa-biasa," ujarnya.
Selain itu, penunjukan tersebut memunculkan anggapan di publik bahwa presiden tidak terlampau percaya dengan kementan saat ini. Seharusnya, jika kinerja kementan dianggap bagus maka tidak perlu melibatkan kemenhan.
"Suka tidak suka orang awam pertanyaannnya seperti itu padahal itu kerja kementan," ungkapnya.
Hal tersebut tidak hanya terjadi antara Kementan dan Kemenhan. Bahkan kebijakan yang dibuat di luar tupoksi juga terjadi antara Kementan dengan Kementerian Kesehatan yang belum lama ini terjadi terkait kalung antivirus Corona.
"Ini yang disebut pola kerja yang tidak biasa-biasa dalam kondisi krisis, dan itu sah. Kalau dalam krisis kerjanya tidak hitam putih, tidak harus dalam fatsun-fatsun, yang penting tidak menyalahi aturan," ungkap dosen ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta itu.