Jumat 10 Jul 2020 18:56 WIB

Awal Mula Bani Israil Minta Sabtu Jadi Hari Ibadah

Pada zaman Nabi Musa, Bani Israil memohon hari ibadah pada Sabtu

Rep: Syahrudin el-Fikri/ Red: Elba Damhuri
Keturunan Bani Israil tidak menerima perlakuan baik dari Mesir.
Foto: Keyway.ca
Keturunan Bani Israil tidak menerima perlakuan baik dari Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Ustadz Syahrudin el-Fikri

Setelah Nabi Musa AS mengabulkan permohonan kaumnya (Bani Israil) agar Sabtu dijadikan hari spesial, aktivitas sosial pada hari itu selalu sunyi dan sepi. 

Seluruh kaum Bani Israil berada di rumahnya masing-masing, mereka khusyuk menjalankan ibadah, seperti yang diajarkan Nabi Musa pada saat itu.

Persetujuan itu setelah Nabi Musa menerima wahyu, seperti ditulis dalam Alquran surah Shaad ayat ke-20. "Dan (Kami tundukkan pula) burung- burung dalam keadaan berkumpul. Masing- masingnya amat taat kepada Allah SWT."

Hanya sedikit di antara kaum itu yang berada di luar melakukan aktivitasnya, tapi bukan berdagang, melaut, atau bercocok tanam, melainkan mereka saling bertemu sanak famili dan membicarakan agenda esok hari setelah Sabtu.

Seperti dikisahkan penulis lengendaris HB Arifin dalam bukunya Rangkaian Cerita Alquran; Kisah Nyata Peneguh Iman, sejak dahulu Allah SWT telah menetapkan satu hari dalam sepekan yang khusus diwajibkan menjalankan ibadah secara berjamaah dan menerima tuntunan-tuntunan Allah SWT dengan perantara nabi dan rasul yang diutus ke kaum masing-masing.

Akan tetapi, entah mengapa, pada zaman Nabi Musa, Bani Israil memohon agar hari itu dijadikan pada Sabtu saja.

Keinginan mereka akhirnya dikabulkan Allah setelah turun ayat ke-20 dalam surah Shaad. Dengan begitu, terikatlah menurut syariat Nabi Musa bahwa Sabtu itu adalah hari istimewa.

Khusus pada Sabtu itu, setiap orang tidak boleh bekerja mencari nafkah layaknya rutinitas sehari-hari. Sabtu adalah hari yang memang benar-benar diistimewakan untuk menyembah Allah, bersyukur dan untuk sebagian waktu menerima pelajaran agama Allah yang disampaikan Nabi Musa.

Tidak adanya aktivitas ekonomi seperti berdagang, melaut, dan bertani untuk membiayai kehidupan sehari-hari itu sudah menjadi syariat dan tradisi kaum Bani Israil sejak zaman Nabi Musa sampai pada zaman Nabi Daud.

Syariat dan tradisi Bani Israil itu berpengaruh pada proses ekosistem hewani yang ada di perairan luas. Ekosistem di Laut Merah, seperti ikan, setiap Sabtu, segala jenis ikan bukan main banyaknya, ikan besar dan kecil bermunculan ke permukaan.

Anehnya, ikan-ikan tersebut pada hari selain Sabtu tidak ada seekor pun yang muncul sehingga membuat jenuh sebagian kaum lain ketika melaut tidak mendapatkan ikan. Tradisi larangan melakukan aktivitas selain ibadah dan belajar itu berlanjut dari waktu ke waktu.

Saat itu juga semakin banyak segala jenis ikan-ikan besar dan kecil menyembul ke permukaan Laut Merah. Ikan-ikan itu tampak tidak takut meski berada di depan manusia. Ikan-ikan itu seakan tahu, meski berada di dekat manusia, dia tidak akan dimangsa.

Kumpulan ikan yang begitu banyaknya berada di perairan dangkal di Laut Merah, memunculkan keinginan dan nafsu serakah Bani Israil yang tinggal di dekat Laut Merah untuk menangkap dan segera memakannya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement