REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bagi pengelola pondok pesantren, memproduksi sayuran sendiri menjadi idaman. Selain lebih sehat, secara ekonomis juga dapat untuk menghemat operasional harian.
“Bercocok tanam sayuran secara hidroponik menjadi salah satu pilihan, lebih praktis, sekaligus bisa menjadi bahan pembelajaran bagi santri sebagai bekal di kemudian hari,” kata praktisi dan petani hidroponik, Slamet Riyanto dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (10/7).
Ia mencontohkan, Pondok Pesantren Az-Zikra Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. “Usai kunjungannya ke kebun hidroponik kami di Depok beberapa waktu lalu (13/6), Ustadz Muslih sebagai salah satu pimpinan pesantren Az-Zikra Gunung Sindur langsung kepincut pada tanaman hidroponik. Alasannya, tanaman hidroponik simple, bersih, tanpa pestisida, hijau suburnya yang menyejukkan,” ujarnya.
Mengawali program menanam di pesantren binaan Alm KH Muhammad Arifin Ilham, Slamet Riyanto diminta menyiapkan instalasi hidroponik dengan kapasitas 64 lubang tanam. Pekan lalu, ia mengantarkan instalasi hidroponik itu ke Ponpes Az-Zikra Gunung Sindur.
Tama, staf Yayasan Pesantren Az-Zikra Gunung Sindur mengatakan, “Ini modal pertama kami untuk belajar sebelum kami memproduksi secara lebih besar. Kami bercita-cita ingin bisa memenuhi kebutuhan sayur mayur untuk para santri secara mandiri dengan berhidroponik. Jika produksi berlebih bahkan bisa dijual.”
Bersamaan dengan proses instalasi, Slamet Riyanto kami juga memberikan pelatihan cara bercocok tanam hidroponik kepada tim yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola dan belajar hidroponik. “Merawat makhuk hidup, termasuk tanaman itu harus dengan hati dan penuh kesabaran, diamati, dan dicatat, selanjutnya proses akan berulang,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, instalasi hidroponik yang dia pasang di Ponpes Az-Zikra Gunung Sindur sudah dilengkapi dengan tanaman sawi jenis pakcoy dan chaisim yang telah berumur 10 hari. “Hal ini akan mempermudah tim untuk merawatnya hingga umur 30 hari siap panen,” papar Slamet Riyanto.